Pada zaman dahulu, banyak masyarakat yang percaya terhadap sumpah. Beberapa cerita rakyat di Indonesia, seperti Malin Kundang, Batu Menangis, Danau Toba, Putri Ular, dan lain sebagainya merupakan sebuah cerita yang berasal dari sumpah. Karena adanya sumpah terjadilah peristiwa-peristiwa sebagai dampak dari sumpah tersebut yang kemudian menjadi latar belakang lahirnya sebuah cerita rakyat.
Di Jorong Ikan Banyak Nagari Pandam Gadang, Kec. Gunuang Omeh, Kab. Lima Puluh Kota, Prov. Sumatera Barat terdapat sebuah lubuk bernama Lubuak Batu Tungga atau lebih dikenal dengan Lubuak Larangan yang merupakan sebuah perwujudan dari suatu sumpah oleh Syekh Lubuak Landua. Konon ceritanya, dahulu saat masa penjajahan Belanda dan Jepang, populasi ikan di Lubuak Larangan sangat melimpah sehingga mereka menangkap ikan sesukanya dan kemudian ikan-ikan tersebut akan diekspor ke negaranya masing-masing. Terlebih lagi, bangsa Jepang yang sangat menyukai ikan mentah atau sushi sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk menangkap ikan bahkan hingga dibom. Perbuatan Belanda dan Jepang berdampak pada populasi ikan yang semakin hari semakin sedikit. Oleh karena itu, terucaplah sumpah oleh Syekh Lubuak Landua yang ditujukan pada Lubuak Larangan sebagai upaya untuk menjaga kelestarian ikan agar terus bertambah populasinya dan akan terus bisa dinikmati oleh anak cucu di masa yang akan datang (Datuak Diri Karajo & Bapak Donika Putra).
Sumpah tersebut berdampak pada populasi ikan yang semakin hari semakin bertambah. Namun, pada akhirnya tujuan dibuatnya sumpah tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Setelah adanya sumpah sangat banyak korban yang merasakan dampak buruk dari perbuatannya yang menangkap ikan di Lubuak Larangan. Bapak Donika Putra sebagai kepala Jorong Ikan Banyak menceritakan bahwa salah satu korban adalah ayahnya sendiri yang mencoba untuk menangkap ikan bersama temannya di Lubuak Larangan. Dahulu di Lubuak Batu Tungga atau Lubuak Larangan ada batu yang tegak seperti gerbang yang menjurus ke sungai, tapi sekarang sudah tidak ada karena sudah tergerus air sungai. Ia berdua dengan kawannya masuk kedalam sungai melewati batu itu dan menemukan ikan besar yang memiliki mata sebasar kepala senter. Ketika ia memasukkan kepala ikan tersebut kedalam karung, ikan tersebut berbunyi seperti bunyi anjing yang sedang berkelahi sehingga ia cepat-cepat berlari kembali ke atas. Saat ia berlari ke atas, lubang ngalau tersebut telah tertutup oleh air yang semakin besar, tetapi kawannya tertinggal di bawah dan dibantu naik menggunakan jala ikan. Kemudian, ia mencoba bersembunyi di balik batang pohon. Saat itu ia melihat di tengah batu tersebut ada seekor ular yang matanya merah dan badannya bersisik.
Dampak yang didapatkan oleh ayah dari Bapak Donika Putra, yaitu berupa sakit perut yang membesar dan berkilat-kilat seperti orang hamil. Dampak yang sama juga dirasakan oleh orang-orang yang mecoba untuk menangkap ikan atau menganggu ikan di lubuk tersebut. Satu-satunya cara untuk mengobati penyakit tersebut adalah dengan mandi di Lubuak Larangan, kemudian minum airnya, dan bersumpah tidak akan pernah menganggu ikan yang ada di Lubuak Larangan. Jika tidak melakukan pengobatan sesuai anjuran, maka akan berujung pada kematian.
Lubuak Larangan ini juga memiliki kaitan dengan Lubuak Landua yang ada di Pasaman. Kedua lubuk ini sama-sama disumpahi oleh Syekh Lubuak Landua sebagai bentuk pelestarian terhadap ikan-ikan yang ada di lubuk. Kedua lubuk ini memiliki perbedaan dengan ikan-ikan larangan lain yang ada di wilayah Sumatera Barat. Jika di lokasi lain terdapat hari khusus yang diperbolehkan untuk menangkap ikan, maka tidak dengan ikan-ikan didua lubuk ini yang tidak boleh ditangkap sama sekali. Namun, di luar batas lokasi yang disumpah, diperbolehkan untuk menangkap ikan karena yang disumpah adalah lokasinya, bukanlah ikan-ikannya.
Lalu terdapat cerita bahwa dahulu pernah ikan-ikan yang ada di Lubuak Larangan hanya tersisa sedikit dan terlihat beberapa ekor saja sehingga timbul pertanyaan oleh masyarakat kemana perginya ikan tersebut. Setelah dicari tahu ternyata ikan-ikan yang awalnya berada di Lubuak Larangan telah berpindah ke Lubuak Landua dan menyebabkan lubuk itu sempit oleh ikan. Seminggu setelah itu, ikan-ikan di Lubuak Landua sudah mulai berkurang jumlahnya karena ikan-ikan tersebut telah kembali ke Lubuak Larangan. Penyebab terjadinya peristiwa ini tidak diketahui apa penyebabnya tetapi yang jelas bahwa peristiwa ini dapat terjadi karena adanya hubungan ghaib antara Lubuak Larangan dengan Lubuak Landua.
Pernah juga ditemukan sosok ikan yang bentuknya seperti ikan yang telah digoreng dengan badan yang berbekas irisan pisau. Ikan yang telah digoreng ini juga dapat ditemukan sekali setahun di Lubuak Landua. Di Lubuak Landua yang ternama adalah ikan bungkuak atau ikan yang telah dicatuak atau diiris punggungnya. Ceritanya, dahulu ada orang yang menggoreng ikan yang diambil dari lubuk. Saat sedang menggoreng ikan, ia menutup penggorengannya, tetapi saat ia membuka tutup penggorengan, ikan tersebut telah hilang. Setelah dicari tahu ada orang yang melihat ikan tersebut telah kembali ke lubuk dengan badan berbekas irisan pisau dan bentuknya seperti ikan telah digoreng.
Melalui cerita dari Bapak Donika Putra dan Datuak Diri Karajo, dapat diketahui bahwa sumpah yang telah dibuat oleh Syekh Lubuak Landua harus ditaati agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dan apabila terkena dampak dari sumpah tersebut maka cara mengobatinya juga harus dibalas dengan mengucapkan sumpah untuk tidak menganggu dan menangkap ikan di lokasi lubuk yang telah disumpahi.
***
سومڤه لوبواق لراڠن جوروڠ إكن باڽق دان كايتنڽ دڠن لوبواق لندوا ڤسامن
ڤادا زامن داهولو، باڽق مشراكت يڠ ڤرچاي ترهادڤ سومڤه. ببراڤ چريت ركيت د إندونسيا، سڤرتي مالين كوندڠ، باتو مناڠيس، داناو توب، ڤوتري اولر، دان لاين سباڬايڽ مروڤاكن سبواه چريت يڠ براسل داري سومڤه. كارن اداڽ سومڤه ترجاديله ڤريستيوا-ڤريستيوا سباڬاي دمڤق داري سومڤه ترسبوت يڠ كموديان منجادي لاتر بلاكڠ لاهيرڽ سبواه چريت ركيت