Tahan Air Matamu, Bunda
Terpapah kaki ini melangkah
Mengitari Ruang NICU tempat Airin dirawat
Nyeri sesar seakan sirna
Ditelan rasa rindu yang membara
“Tahan air matamu, Bunda,” Ucap perawat
“Aku tak sanggup,” isakku tertahan
“Jika Bunda lemah, bayi ini akan semakin lemah!
“Bila tak kuat, pulang saja!”
Kuusap air mataku buru-buru
Tak mau kesempatan ini berlalu tanpa makna
Lahir prematur, tujuh bulan
Berat badan satu koma tiga kilogram
Paru dan jantung belum matang
Pendarahan di tali pusar
Suster itu memaparkan diagnosa
Serasa berhenti detak nadiku
Separah itukah, Airin?
Aku duduk di samping inkubator puteriku
“Sayang, Bunda datang untukmu, Nak.”
Kusentuh tangan kecil itu
Ia membuka kedua matanya yang telah lama terpejam
Ia genggam telunjukku erat
Aku terharu