Listi Mora Rangkuti. Foto: istimewa

“Kita harus mengambil hikmah dari pandemi ini. Saat pandemi selesai, kita harus yakin akan keluar menjadi pemenang yang terus memiliki harapan dan cita-cita untuk mengentaskan buta aksara dari negara kita tercinta dan bersama-sama menghadirkan pendidikan yang berkualitas bagi Indonesia maju.” (Nadiem Makarim).

Riausastra.com – Kalimat motivasi di atas disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada saat Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) ke-55 tahun 2020 secara daring di Jakarta (www.cnnindonesia.com ). Hal ini menjadi pemacu semangat untuk bersama-sama mengentaskan buta aksara, meskipun dalam situasi yang tidak biasa karena pandemi ini. Akan tetapi, situasi yang tidak biasa ini justru menjadi sebuah lecutan bagi rakyat Indonesia untuk bahu-membahu mewujudkan impian agar bangsa yang besar ini  lahir kembali menjadi pemenang.

Bagaimana agar bisa menjadi pemenang? Alangkah baiknya dikenali terlebih dahulu fenomena keaksaraan pada masa kini. Selanjutnya, dilihat peran pemerintah bersama-sama dengan masyarakat dalam mengentaskan buta aksara. Dengan demikian, akan terpenuhi cita-cita menjadi pemenang.

Pendidikan Keaksaraan

Fenomena keaksaraan di Indonesia lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya meskipun di masa pandemi. Hal ini ditandai dengan adanya penurunan angka buta aksara. Dirjen PAUD Dikdasmen, Jumeri, menyatakan jumlah buta aksara di Indonesia tahun 2018 sebanyak 1,93 persen atau 3,29 juta orang, sedangkan tahun 2019 mencapai 1,93 atau setara 3,076 juta orang dalam acara Peringatan HAI ke-55 di Jakarta (antaranews.com). Dengan melihat fenomena ini, maka Kemendikbudristek memberikan solusi dalam wujud pendidikan keaksaraan.

Pendidikan keaksaraan tidak terbatas pada kemampuan dalam calistung (baca, tulis, dan hitung) saja. Jauh dibalik itu, peran pendidikan keaksaraan harus mampu menjadikan calistung sebagai sarana meningkatkan kualitas hidup. Hal ini senada dengan ungkapan Sudjana (2001) dalam Sumardi (2009:59) bahwa pendidikan keaksaraan berupa calistung yang dimiliki setiap warga harus bisa berorientasi dalam kehidupan.

Melalui pendidikan keaksaraan, Kemendikbudristek memiliki beberapa upaya untuk mengentaskan buta aksara, seperti: memperluas layanan program pendidikan keaksaraan, pemutakhiran data buta aksara, mengembangkan sinergi dalam upaya penuntasan buta aksara dan pemeliharaan kemampuan keberaksaraan warga masyarakat, dan mengakselerasi inovasi layanan program pada daerah terpadat buta aksara (www.cnnindonesia.com).

Dari beberapa upaya yang digagas oleh Kemendikbudristek di atas, maka upaya bisa meminimalisasi angka buta aksara, bahkan pengentasan buta aksara akan terwujud. Pada tulisan ini, salah satu solusi yang ditawarkan sesuai dengan gagasan di atas, yaitu memanfaatkan peran TBM (Taman Bacaan Masyarakat) di tengah-tengah masyarakat. Adanya TBM bisa dijadikan sebagai sarana pendidikan keaksaraan melalui kegiatan berliterasi dan pemberdayaan masyarakat.

TBM Sebagai Sarana Literasi dan Pemberdayaan Masyarakat di Masa Pandemi

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) merupakan sarana efektif untuk menumbuhkan dan mengembangkan literasi di masa pandemi. Adanya TBM di tengah-tengah masyarakat bisa digunakan secara gratis untuk kegiatan calistung melalui fasilitas berupa bahan bacaan, ruang membaca, juga fasilitator sekaligus motivator untuk mendukung kemampuan berliterasi.

TBM dianggap sebagai jantung pendidikan masyarakat di saat ruang pendidikan formal harus dihentikan sementara untuk menekan penyebaran virus korona. Adanya TBM membuat masyarakat tidak lagi mengutuk kegelapan karena vakumnya sarana menuntut ilmu hingga terlanjur larut dalam buta aksara. Peran TBM sebagai media literasi, tidak sebatas pada kegiatan calistung. Literasi sendiri telah mencakup literasi digital, literasi numerasi, literasi sains, literasi baca tulis, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. Melalui TBM, maka berbagai jenis literasi di atas bisa dilaksanakan mengingat peran TBM sebagai sarana untuk mewujudkan program-program yang telah dirancang oleh Kemendikbud seperti tertera dalam donasibuku.kemdikbud.go.id berupa program utama, yaitu: Gerakan Indonesia Membaca, Kampung Literasi, dan Festival Literasi. Selanjutnya, terdapat program khusus yang meliputi: TBM Kreatif dan Re-kreatif, Aplikasi Donasi Buku Daring, Residensi Pegiat Literasi, dan Indeks Kota Literasi.

Berbagai program di atas dapat diaplikasikan di dalam TBM dengan syarat tetap mengikuti prosedur protokol kesehatan, berupa: memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Dalam mewujudkan peran aktif TBM, maka lewat tulisan ini disampaikan apresisasi setinggi-tingginya terhadap peran Pemerintah dalam upaya mewujudkan pendidikan keaksaraan. Agar sinergi antara pemerintah dan masyarakat semakin baik, maka diharapkan kepada seluruh TBM agar bergabung ke dalam TBM se-Indonesia dengan melakukan registrasi pada laman donasibuku.kemdikbud.go.id agar bisa lebih mudah bersinergi dengan program-program unggulan pemerintah. Selain itu, besar sekali harapan masyarakat agar pemerintah membuat program pengadaan TBM di setiap kelurahan agar program-program di atas bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pelajar Pancasila

Lahirnya masyarakat unggul melalui peran TBM dalam mewujudkan pendidikan keaksaraan ditandai dengan kriteria Pelajar Pancasila. Adapun kriteria Pelajar Pancasila seperti diuraikan dalam cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id adalah sebagai berikut:

  • Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia

Bahan bacaan yang disediakan oleh TBM bisa menjadi sumber ideologi bagi masyarakat agar memiliki akhlak mulia sebagai wujud keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME. Melalui kegiatan literasi dalam TBM, masyarakat memahami bahwa ilmu, kecakapan berliterasi, bahkan semua kesulitan dan kemudahan yang diterima masyarakat tidak terlepas dari kekuasaan Tuhan. Oleh karena itu, kegiatan berliterasi di TBM bisa memperbaiki hubungan masyarakat dengan Tuhan sekaligus memperbaiki akhlak terhadap masyarakat dan akhlak terhadap alam.

  • Berkebinnekaan Global

Di dalam TBM, kebinnekaan akan terlihat istimewa karena adanya pembauran kebangsaan yang meliputi: membaurnya agama, suku, kearifan lokal, bahkan status sosial. Dengan merasa kebersamaan, maka kerukunan akan tercipta sebagai cita-cita luhur bangsa.

  • Gotong Royong

TBM menjadi sarana pendidikan keaksaraan sekaligus sarana untuk bersama-sama dengan masyarakat dan pemerintah dalam upaya mewujudkan kolaborasi, rasa kepedulian, dan saling berbagi. Dengan demikian, peribahasa Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing akan menjadi sebuah prestasi bagi bangsa ini.

  • Mandiri

TBM memberikan fasilitas pendidikan keaksaraan dengan didesain dalam bentuk kemandirian dari para penggunanya. Dengan memanfaatkan TBM yang didasari dengan kesadaran secara mandiri, maka para pengguna akan menjadi pribadi yang cerdas, bijak, dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan.

  • Bernalar Kritis

Melalui informasi yang diterima masyarakat selama berliterasi di TBM, maka dengan sendirinya, masyarakat akan mampu menganalisis dan mengevaluasi setiap informasi yang diterimanya melalui pemikiran dan pengalaman berliterasinya. Selanjutnya, masyarakat bisa mengaplikasikan hasil pikiran tersebut, misalnya dalam pengambilan keputusan juga dalam mempertimbangkan hal yang baik dan buruk.

  • Kreatif

Sebagai sebuah sarana berliterasi, TBM mampu menghasilkan masyarakat yang kreatif dalam menghasilkan karya. Karya-karya yang dihasilkan tersebut akan membawa manfaat bagi orang lain juga alam semesta karena kandungan pesan moralnya.

Demikian peran TBM yang bisa dijadikan sebagai sarana literasi masyarakat dalam upaya pengentasan buta aksara. Dengan memaksimalkan peran TBM, akan lahir masyarakat yang berkepribadikan Pelajar Pancasila. Jika harapan ini terlaksana, maka pendidikan keaksaraan akan memberikan dampak positif dalam bidang perbaikan sosial, ekonomi, dan budaya di masa pandemi. Dengan demikian, impian menjadi pemenang akan terwujud nyata.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini