Cerita Kepada Tiga Kekasih
:kepada Muhammad Asqalani eNeSTe
Kepada kekasih, yang rahimnya menumbuhkan dua kuntum cintaku
Kutumpahkan cerita tentang pesona menulis puisi
Penyair dari Pekanbaru,
negeri Melayu nan hanya satu,
yang dijaga datu-datu,
mengajarkan daku menyebar benih kata bersilang rasa pada hamparan huma di ladang sukma
Aku tak kuasa menerka akan kah tumbuh subur menjelma serupa mantra
Atau hanya sekedar seludang tanpa mayang yang tertegun hampa
Tapi takkan sia-sia sang penyair yang menyirami kecambah mimpi dan menebarkan rabuk penyubur
Membuat diriku percaya benih ‘kan tumbuh menjadi pohon berbuah masyhur
Dengan binar mata kekasihku berkata: “Dikau berhutang keindahan dan makna hidup kepadanya, bukan hanya berhutang kata!”
Kepada bungsuku pembawa nyala obor penerus marga
kucurahkan cerita yang itu juga
Tidak menyelisihi perangai lazimnya
yang hemat kata-kata
hanya senyumnya yang mengembang, menyimpan tanda tanya
Sulungku, kini seorang ibu belia, matanya membola tak percaya
Pada putri yang dilahirkannya, ia berujar: “Atuk mencipta kata-kata menjadi taman citarasa sastra.”
Gadis kecil cahaya mataku, merengkuhku. “Atuk hebat ya Bu?”
“Tidak, Sayang. Atuk tidak hebat,” kataku.
“Yang hebat itu sang guru, penyair dan puisinya.”
Cucuku termenung.
Tak menimpali.
Tapi kurasa ia mengerti
Cisaga, 1 Oktober 2021
Sungguh membanggakan, karya telah diapresiasi sang cucu.
Puisi yang indah, Om.