Riausastra.com – Film adalah salah satu tempat untuk berkomunikasi yang memiliki peran penting untuk menginformasikan tentang hal-hal realita yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, memiliki realita yang kuat salah satunya menceritakan tentang realita kehidupan masyarakat. Film merupakan gambar yang bergerak Moving Picture. Film dapat diartikan sebagai kelahiran dari kebudayaan dan alat untuk mengekspresikan kesenian. Film sebagai komunikasi yang menyeluruh yang merupakan gabungan dari berbagai teknologi seperti fotografi dan rekaman suara, kesenian baik seni rupa dan seni teater sastra dan arsitektur serta seni musik.
Effendy (2000 207) memaparkan bahwa teknik perfilman, baik peralatannya maupun settingannya telah berhasil membuat gambar yang seakan-akan nyata. Dalam suasana gelap yang disajikan dalam bioskop, penonton menyaksikan suatu cerita yang seperti menyaksikan kejadian nyata terjadi di hadapannya.
Film Sumala (2024), karya Rizal Mantovani, menonjol di antara film horor Indonesia terbaru dengan nuansa yang mencekam, visual gore, serta kisah yang berbalut balas dendam supranatural yang berfokus pada trauma keluarga dan perjanjian gelap dengan iblis. Berdasarkan kisah nyata larangan keluar rumah setelah Maghrib di sebuah desa di Semarang di mana seorang anak tewas saat mengambil bola, film ini mentransformasikan cerita rakyat menjadi alegori kekerasan sistemik. Melalui Pendekatan stilistika digunakan untuk mengkaji bagaimana gaya bahasa, pilihan diksi, struktur narasi, serta penggunaan simbol dan efek audio-visual membangun nuansa horor dan pesan moral yang ada dalam film.
Stilistika merupakan ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam suatu karya sastra. Kajian stilistika memiliki dampak yang besar bagi studi sastra jika dapat menentukan suatu prinsip dasar dalam kesatuan karya sastra, dan jika dapat menemukan suatu tujuan estetika umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan unsurnya. Kajian stilistika diarahkan untuk membahas isi dalam karya sastra.
Film Sumala mengisahkan tentang pasangan yang ada di Semarang, yang bernama Soedjiman dan Sulastri, mereka begitu menginginkan keturunan. Karena sudah lama belum dikaruniai anak, Sulastri melakukan perjanjian dengan iblis demi mendapatkan anak, dari perjanjian itu lahirlah dua anak perempuan kembar, satu anak bernama Sumala yang terlahir dengan cacat fisik mengerikan dan merupakan bangsa iblis, dan satu lagi bernama Kumala yang lahir normal dan cantik dari bangsa manusia. Saat kelahiran mereka Soedjiman tidak tau menau tentang perjanjian itu lalu saat sumala lahir ia membunuhnya karena tidak terima dengan kondisi Sumala yang memiliki fisik mengerikan.
Sementara Kumala tumbuh dengan tubuh cacat dan menghadapi perlakuan kejam serta cemoohan dari keluarga dan warga desa yang menganggapnya pembawa sial. Ketika Kumala beranjak dewasa, kejadian misterius mulai terjadi di desa, dengan kematian tragis yang menimpa beberapa anak.
Arwah Sumala yang penuh dendam datang menghantui orang-orang yang jahat kepada Kumala serta membalas dendam termasuk keluarganya sendiri. Sosok Sumala menjadi simbol kutukan yang menebar teror di desa, sementara penduduk desa hidup dalam ketakutan. Hanya Sulastri yang mengetahui kebenaran di balik teror tersebut dan alasan dibalik pembalasan dendam Sumala.
Diksi dan Bahasa Visual dalam Sumala
- Diksi Naratif dan Dialog
Dialog yang disampaikan Kumala cenderung lebih lugas namun sarat akan makna, menggambarkan kepedihan, ketakutan, dan kemarahan. Misalnya, ujaran Kumala yang sering dipenuhi ratapan dan permohonan, memberitahukan posisi dirinya sebagai korban ketidakadilan dan stigma sosial.
Sementara itu, dialog Soedjiman dan Sulastri lebih dipengaruhi oleh nada putus asa dan penyesalan, terutama setelah konsekuensi perjanjian dengan iblis mulai terungkap.
- Bahasa Visual
Gaya visual film ini menunjukkan kontras antara dunia nyata yang suram dan dunia supranatural yang penuh dengan darah dan kengerian. Penggunaan efek pencahayaan, warna-warna suram, dan efek make-up pada karakter Sumala mempertegas kesan horor dalam cerita.
Simbolisme juga digunakan, seperti kemunculan Sumala yang selalu diiringi perubahan yang signifikan (kabut, suara angin, atau bayangan), menandakan kehadiran kekuatan gaib dan ketakutan.
Struktur Narasi dan Gaya Penceritaan
- Alur Cerita
Alur Sumala berjalan lambat di awal cerita, membangun suasana lewat pengulangan penderitaan Kumala, sebelum akhirnya berpuncak kepada rentetan adegan balas dendam berdarah yang mengerikan dan sadis.
Pengulangan motif penderitaan dan penolakan sosial terhadap Kumala menjadi semacam pengulangan suatu elemen, mempertegas pesan moral tentang akibat buruk dari kekerasan dan perjanjian gelap.
Dalam film Sumala, penggunaan majas berperan penting untuk memperkuat suasana horor dan makna cerita. Beberapa majas yang dapat diidentifikasi antara lain:
- Majas hiperbola: Dipergunakan untuk memperbesar-besarkan keadaan atau perasaan, seperti dalam penggambaran penderitaan dan kekejaman yang dirasakan tokoh Kumala dan Sumala. Hiperbola ini memperkuat kesan tragis dan mencekam dalam film, sehingga penonton merasakan intensitas emosi yang signifikan.
- Majas personifikasi: Digunakan untuk memberikan sifat manusia pada unsur-unsur supranatural atau lingkungan sekitar, seperti suara bisikan, bayangan, atau angin yang “berbicara” atau “mengancam”, sehingga menambah perasaan mencekam.
- Majas ironi: Terlihat dari kontras antara harapan keluarga yang mendambakan anak sempurna dengan kenyataan kelahiran Sumala yang dianggap sebagai kutukan, sehingga menimbulkan rasa getir dan ketegangan psikologis. Meskipun tidak ada sumber langsung yang menguraikan majas spesifik dalam film Sumala, secara umum film horor dengan tema supranatural dan balas dendam seperti ini biasanya menggunakan majas hiperbola dan personifikasi untuk menambah efek horor dan kedalaman emosional yang ada didalam cerita.
Efek Audio dan Musik
Efek musik film ini sangat menonjol, dengan iringan musik minor, suara bisikan, dan efek suara mendadak yang memperkuat suasana horor tanpa harus mengandalkan jumpscare seperti di film horor lainnya.
Musik dan efek suara digunakan secara selektif untuk menandai transisi antara dunia nyata dan dunia gaib, serta untuk membangun antisipasi sebelum adegan-adegan intinya muncul.
Kritik atas Eksploitasi Tragedi Nyata
Kontroversi:
Film tersebut berdasarkan kisah nyata terbunuhnya seorang anak di Semarang karena melanggar larangan keluar rumah saat Maghrib. Adegan rekonstruksi kematian anak dianggap mengkomodifikasi tragedi untuk sensasi horor yang membuat perasaan campur aduk.
Keluarga korban tidak terima lalu melayangkan protes melalui media: “Ini bukan sekadar film, tapi luka kami yang dibuka untuk hiburan”
Tanggapan Sutradara:
Rizal Mantovani beralasan adegan tersebut adalah bentuk dari “memorialisasi sekaligus sebagai peringatan” supaya masyarakat bisa menghormati kebudayaan lokal. Teknik handheld kamera dan close-up pada wajah korban sengaja dibuat tidak nyaman supaya penonton merasakan trauma.
Kesimpulan: Gaya Horor yang Khas dan Pesan Moral
Pendekatan stilistika membahas bahwa Sumala membangun horor bukan hanya dari ceritanya dan visual, tetapi juga lewat gaya bahasa, struktur narasi, simbolisme, dan efek audio yang saling menguatkan. Gaya ini menciptakan atmosfer yang mencekam sekaligus menyampaikan pesan moral tentang bahaya keputusan gegabah dan kekerasan dalam keluarga. Dengan demikian, Sumala memberikan pengalaman horor yang lebih mendalam dan ekspresif, sekaligus memperdalam khazanah film horor Indonesia dengan pendekatan stilistika yang kuat.
Daftar Pustaka:
- Puspitasari, Scorpio. (2015). Analisis Stilistika pada Film “The Pursuit Of Happyness” Karya Gabriele Muccino,https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/45666/Analisis-Stilistika-pada-Film-The-Pursuit-Of-Happyness-Karya-Gabriele-Muccino
- Johari, Abdullah. (2025). Pengertian film. Scribd. Diakses pada 09 Juni 2025, https://id.scribd.com/document/325034087/Pengertian-Film-Adalah
- Nanda. (2024, 24 September). Film Sumala: urban legend yang hadir di layar lebar. Suara Gong. Diakses pada 09 Juni 2025, https://suaragong.com/gaes-film-sumala-urban-legend-yang-hadir-di-layar-lebar/
- Stevens, Izzie. (2008). Surgery for Patients. Surgeon Profession Journal, 3(1), 48-55. Trauma
- Shamash, S. (2022). A Decolonising Approach to Genre Cinema
- Purdue OWL: Film Writing Sample Analysis User Reviews & Analysis, IMDb Sumala (2024)
***
اناليسيس ستيليستيك ايربن لڬن دالم فيلم سومالا كريا ريزل منتوۋاني
فيلم اداله ساله ساتو تمڤت اونتوق بركومونيكاسي يڠ مميليكي ڤرن ڤنتيڠ اونتوق مڠينفورماسيكن تنتڠ هل-هل رياليت يڠ ترجادي دالم كهيدوڤن مشراكت، مميليكي رياليت يڠ كوات ساله ساتوڽ منچريتاكن تنتڠ رياليت كهيدوڤن مشراكت. فيلم مروڤاكن ڬمبر يڠ برڬرق موۋيڠ ڤيكتور. فيلم داڤت ديارتيكن سباڬاي كلاهيرن داري كبوديائن دان الت اونتوق مڠاكڤرسيكن كسنيان. فيلم سباڬاي كومونيكاسي يڠ مڽلوروه يڠ مروڤاكن ڬابوڠن داري برباڬاي تكنولوڬي سڤرتي فوتوڬرافي دان ركامن سوارا، كسنيان بايك سني روڤ دان سني تياتر سسترا دان ارسيتكتور سرت سني موسيك