Riausastra.com – Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali”. Demikian juga pesan Rasulullah SAW dalam sebuah hadist shahih Muslim no. 5317- Kitab Zuhud dan Kelembutan Hati bahwa,”Tidaklah orang mukmin terjatuh dua kali dalam lubang yang sama”.

Berdasarkan nasihat di atas, jelas sekali agar tetap berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Jangan sampai terjatuh dua kali dalam lubang yang sama artinya segala yang ada di dunia ini pasti berulang. Jika ingin selamat dan terhindar dari kejadian yang sama dan yang dulu pernah terjadi, maka selayaknya kita harus belajar dari sejarah. Benar sungguh kata pepatah bahwa sejarah pasti berulang.

Tahun 2019-2020 dalam perjalanan waktu, kita merasakan kondisi bahwa penyakit mewabah sedang merebak hingga ke seluruh penjuru dunia. Wabah ini disebut dengan covid-19 alias corona virus desease 19. Menurut data yang diperoleh dari suara.com, pada Jumat, 10/4/2020, pukul 00.25 GMT, tercatat total kasus covid-19 telah menjangkiti 209 negara dengan total terinfeksi 1.602.899 dengan kasus sembuh 356.283 dan meninggal dunia 95.685 pasien di seluruh dunia.

Jika ditilik dari manuskrip (naskah kuno) yang ditulis oleh Ibnu Hajar Asqalani pada abad ke-14 pada masa lampau, maka banyak sekali pelajaran berharga yang akan ditemukan dalam manuskrip tersebut. Tujuan para Filolog melakukan kajian terhadap manuskrip dari Timur Tengah tersebut adalah untuk transmisi ilmu pengetahuan serta sebagai memori masyarakat masa lalu yang bisa dipetik pelajaran berharga yang berguna untuk masyarakat masa kini. Sejatinya sebuah sejarah, pasti berulang.

Di dalam manuskrip berjudul Badlul Ma’un , Ibnu Hajar Asqalani menuliskan bahwa pandemic pernah terjadi dalam sejarah Islam pada abad ke-14. Sebelumnya, pada abad ke-6, pandemic juga sudah pernah mewabah di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Selanjutnya dalam manuskrip tersebut, Asqalani membagi dua jenis penyakit menular, yaitu al-waba dan ath-tho’un. Al-Waba adalah semua jenis penyakit menular, sedangkan ath-tho’un merupakan penyakit menular yang jenisnya lebih spesisfik. Artinya, ath-tho’un merupakan bagian dari al-waba, akan tetapi tidak semua al-waba itu merupakan ath-tho’un.

Asqalani mendefinisikan tho’un sebagai berikut: (1) penyebarannya sangat luas dan sangat cepat, (2) jika penyakit ini sedang mewabah, akan mematikan banyak orang dengan sangat cepat. Oleh sebab itu, tho’un masuk ke dalam status pandemic karena kasusnya bisa menginfeksi siapa saja dan bisa mematikan dengan cepat. Wabah tho’un mendominasi tiga wilayah, yaitu Timur Tengah, Eropa, dan Cina. Kasus kematian yang terjadi pada abad ke-14 tersebut mencapai sepuluh juta jiwa sehingga disebut dengan black death (kematian hitam). Kasus pandemic tersebut membunuh sepertiga penduduk Eropa.

Tho’un telah tercatat dalam manuskrip Islam karena pernah menjadi memori kolektif masyarakat masa lalu. Sudah pasti, ilmu yang membahas tentang tho’un dalam manuskrip tersebut sangat bermanfaat untuk diterapkan masa kini. Mengapa? Kembali, karena sejarah itu berulang. Manuskrip ini ditulis oleh Ibnu Hajar Asqalani sebagai permintaan dari teman-temannya juga koleganya yang ingin mengetahui penjelasan tentang wabah mematikan tersebut secara detail. Oleh sebab itu, Asqalani menuliskannya secara rinci.

Di dalam manuskrip, Asqalani juga mengangkat cerita ketiga orang putrinya yang meninggal dunia karena terkena wabah tho’un. Salah satu di antara putrinya tersebut sedang dalam kondisi hamil. Kesedihan yang mendalam dirasakan oleh Asqalani. Selain kisah kehilangan tentang putri Asqalani, beberapa testimoni dari masyarakat tentang sedihnya merasakan kehilangan anggota keluarga karena wabah tho’un juga ditulis oleh Asqalani dalam manuskrip tersebut.

Dari ciri-ciri wabah tho’un yang dituliskan oleh Asqalani sama dengan wabah yang sedang terjadi saat ini, meskipun jenis virusnya berbeda. Akan tetapi, semua kondisi dan ciri-ciri wabah sama antara masa lalu dengan masa sekarang. Statusnya juga sama-sama pandemic. Artinya, wabah yang terjadi tidak bisa dianggap sepele karena kasus pandemic adalah kasus yang sangat serius.

Tho’un melanda dunia dari masa Khalifah Amawiyah hingga ke masa Khilafah Abbasiah.  Adapun cara penanggulangan yang dilakukan oleh masyarakat pada abad ke-6 dan abad ke-14 adalah sebagai berikut:

  1. menjaga kebersihan dan membiasakan mencuci tangan
  2. mengkonsumsi makanan yang bergizi
  3. olah raga
  4. tidak berkerumun

Jika cara-cara di atas diperhatikan, maka solusi yang disampaikan oleh tim medis saat ini adalah sama. Kita mengenal beberapa tata cara pencegahan covid-19 seperti berikut:

  1. mencuci tangan
  2. mengkonsumsi makanan bergizi
  3. menjaga pola hidup dengan berolah raga
  4. social distancing (menjaga jarak dan lock down (karantina wilayah) dengan tujuan agar tidak berkumpul dan berkerumun.

Semua tata cara yang dilakukan pada masa lalu kembali diterapkan kembali pada masa kini untuk memutus rantai penyebaran covid-19 sehingga diramaikan juga #dirumahaja sebagai antisipasi agar tidak berkerumun dan berkumpul. Hal ini dilakukan karena penyebaran virus diperantarai oleh manusia ke manusia. Jika ikhtiar di atas telah dilaksanakan, maka upaya selanjutnya adalah ikhlas, tawakkal, dan berdoa kepada Allah SWT.

Asqalani menuliskan sebuah kisah sekelompok jamaah yang melakukan ibadah berjamaah di sebuah masjid. Dalam kegiatan ibadah tersebut, mereka mengajak orang sebanyak-banyaknya hingga anak-anak juga diajak, bahkan yang beragama bukan Islam pun diajak ikut serta dalam doa bersama meminta agar wabah tho’un segera berakhir. Mereka memanjatkan doa kepada Allah dengan cara berkumpul dan berkerumun di masjid tersebut dengan jumlah jamaah yang membludak. Mereka mengabaikan peringatan yang telah disampaikan agar tidak berkerumun.

Ketika pulang ke rumah masing-masing, wabah bukannya semakin mereda, justru wabah semakin merebak dan kematian meningkat tajam. Setelah masyarakat mematuhi cara-cara yang telah dijarkan di atas, akhirnya wabah pun segera berakhir.

Belajar dari kisah di atas, maka meniadakan solat berjamaah di masjid juga bagian dari upaya memutus rantai penyebaran virus dan menjadi bagian dari solusi untuk segera meredakan wabah ini. Demikianlah ajaran agama Islam menunjukkan  bahwa ada kondisi prioritas yang dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan. Termasuk bertahan di rumah atau tidak berkerumun adalah bagian dari kebajikan yang bernilai di sisi Allah.

Dalam manuskrip yang ditulis oleh Asqalani, terdapat sebuah hadist shahih dari Rasulullah SAW,

“Ada lima golongan yang mati syahid, yaitu: (1) meninggal karena wabah (tho’un),  (2) orang yang menderita karena sakit perut, (3) orang yang mati tenggelam, (4) orang yang mati karena terkena reruntuhan, dan (5) orang yang mati saat berperang di jalan Allah”.

(H.R. Bukhari, no.2829 dan Muslim no.1914).

Dari hadist di atas, orang yang meninggal karena wabah masuk ke dalam golongan oran yang mati syahid. Semoga para korban yang terkena wabah covid-19 pada masa sekarang, Allah beri husnul khatimah dan Allah beri hadiah mati sebagai syuhada.

Selanjutnya, Asqalani memberikan terapi spiritual kepada ummat manusia dalam menghadapi wabah, yaitu:

  1. Jauhi perbuatan zalim, kerusakan-kerusakan dan segera bertaubat
  2. meminta perlindungan kepada Allah dan meminta diberikan kesehatan
  3. sabar dengan ketentuan Allah dengan cara melaksanakan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh pemimpin dan para tim medis
  4. berbaik sangka pada Allah SWT karena setiap perkara itu baik dan selalu mengandung hikmah.

Demikianlah ajaran Islam yang istimewa dituliskan oleh Asqalani dalam upaya menyikapi wabah penyakit pada masa lampau. Ilmu tersebut tetap berlaku hingga kini sebagai acuan bagi masyakarat. Jika ingin wabah ini segera usai, mari bersama-sama kita laksanakan ikhtiar yang sudah dituliskan oleh Asqalani. Tentunya, tidak akan ada di antara kita yang ingin jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama. Semoga bermanfaat.

Disarikan dari penjelasan Prof. Oman Fathurrahman (Filolog Indonesia).

15 KOMENTAR

  1. sami’na wa atho’na, ketika sudah diberikan penunjuk jalan yang lebih aman, kembali kepada masing-masing, mau dituruti atau tidak, risiko ditanggung sendiri. Terima kasih sharingnya

  2. Saya sepakat bagi para saudara kita yang meninggal karena wabah corona ini disebut sebagai matinya orang syahid. Namun, walaupun dikatakan mati syahid jangan pula lantas kita menantang maut dengan keluar ke jalanan semaunya :'(

    Yuk tetap di rumah aja. Semoga corona segera berlalu. Aamiin.

  3. Setuju bgt sih kalo saya,cuman untuk menerapkan kebiasaan nya juga harus di Optimalisasikan lg ya soalnya susah sekali ya kalo kyk cuci tangan itu walau sederhana

  4. Semoga orang-orang tetap aware walaupun sudah diberlakukan new normal. Soalnya yang paling penting memang disiplin dengan kebersihan diri sendiri. Disiplin timbul dari kesadaran dan taat peraturan. Semoga wabah ini bisa segera berlalu

Tinggalkan Balasan ke Blog Mas Nova Batal membalas

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini