gambar hanya ilustrasi. sumber: bing

Seketika tubuh Zainal mengeras. Kaki dan tangannya-pun tak lagi dapat digerakkan. Syukurlah seorang pria yang tidak dikenali telah menolongnya. Lelaki misterius yang datang tiba-tiba tersebut membopongnya keluar menuju bibir hutan.

Riausastra.com – Semenjak Tuk Kamil menghilang sepurnama lalu saat mencari kayu bakar di bibir hutan di sebuah dusun kecil itu, orang-orang kampung masih dihantui ketakutan untuk pergi ke kebun. Walau sebenarnya jarak kebun mereka agak begitu jauh dari bibir hutan, namun sampai detik ini pula mereka masih enggan untuk ke sana.

Sebagian penduduk yang memiliki kebun di sekitar hutan itu merasa sangat khawatir – jika peristiwa yang menurut mereka sangat mengerikan itu menimpa pula pada diri-diri mereka, orang-orang kampung yang masih setia dan percaya dengan segala pantang larang. Alhasil, kebun-kebun milik warga yang sebagian besarnya ditanami dengan pohon karet, kelapa serta tanaman palawija lainnya itupun terbiar begitu saja. Kebun-kebun yang menjadi sumber penghasilan mereka pun jadi tak terurus. Lahan perkebunan yang sebelum ini tergolong bersih, kembali menjadi rimbun dipenuhi semak dan samun.

***

Sudah dua purnama peristiwa itu terjadi. Sementara Tuk Kamil masih belum diketahui nasibnya lagi. Menurut kabar yang berhembus dari mulut ke mulut, Tuk Kamil dipastikan telah menghilang dengan sangat misterius. Bahkan ada yang beranggapan jika lelaki itu telah meninggal.

Tuk Kamil lenyap bagai ditelan bumi, tanpa diketahui apa punca dan penyebabnya ketika berada di hutan yang sangat tebal dan menyeramkan itu.

***

Kini orang-orang kampung di dusun itu masih saja dicekam kekhawatiran yang dalam. Mereka tak ingin kalau-kalau kejadian yang telah menimpa Tuk Kamil itu kembali terulang.

Puah siseh kalau hal itu terjadi lagi!”

“Berarti ada sesuatu yang tak kena dengan kampung kita ini kan, Wak?”

“Sudahlah. Engkau jangan memandai pulak, Zainal!” tepis Wak Lebor yang mencoba menguatkan semangat pada diri anak muda itu.

***

Jauh sebelum ini, segala kekuatan pun telah dikerahkan, termasuk meminta bantuan orang-orang pintar untuk melacak keberadaan Tuk Kamil, lelaki paruh baya yang hidup sebatang kara di dusun kecil yang jauh dari pusat kota, namun sejauh itu pula usaha pencarian tersebut menuai kegagalan demi kegagalan dan tak membuahkan sebarang apapun hasilnya. Warga kampung pun seakan sudah kehilangan ide bagaimana caranya untuk menemukan Tuk Kamil. Padahal sebelum ini jika ada warga yang hilang ataupun tersesat di dalam kawasan hutan larangan itu, dengan doa dan bantuan orang pintar, warga tersebut akan kembali pulang dan ditemukan dengan selamat.

Tetapi kejadian ini sungguh mengherankan. Tuk Kamil raib entah kemana perginya.

Sampai waktu ini, tak ada yang tahu di mana sesungguhnya keberadaan Tuk Kamil. Satu-satunya petunjuk hanyalah sebatang tongkat yang terbuat dari kayu pulai milik Tuk Kamil. Tongkat yang selalu dibawa kemanapun ia pergi, dijumpai tertancap di salah satu pangkal pohon meranti yang sudah tumbang di samping jalan menuju mulut hutan.

Warga kampung di dusun itu pun ada yang menduga jika Tuk Kamil yang di waktu mudanya dikenal sebagai pendekar dan pesilat tangguh yang sulit dikalahkan itu, telah pun lenyap dibaham binatang buas. Atau jangan-jangan telah disembunyikan oleh makhluk halus, orang-orang bunian yang dipercayai masih menempati hutan yang masih lebat dan terkesan angker tersebut.

“Buat sementara ini aku tak ingin ke kebun dulu, Wak. Aku takut!” ujar Zainal kepada Wak Lebor di suatu senja.

“Aku pun begitu, Wak. Biarlah berdiam diri dahulu di rumah sampai kondisi betul-betul membaik seperti sedia kala,” sambung Karim yang duduk bersebelahan dengan Wak Lebor sembari meneguk secangkir kopi yang sudah hampir belasan menit dihidangkan oleh isteri Wak Lebor.

***

Pagi itu, Zainal dan warga kampung lainnya mencoba memberanikan diri pergi melait (memotong karet) dan memetik kelapa di kebun mereka. Namun  seketika mereka dikejutkan oleh sesuatu.

Suasana pagi itu tiba-tiba mencekam. Situasi di kebun warga di dusun itu pun menjadi gaduh. Sesosok tubuh manusia berpakaian serba hitam tiba-tiba keluar dari semak-semak tak jauh dari sisi jalan menuju bibir hutan.

Zainal dan beberapa warga yang menyadari pemandangan itupun berhamburan, lari pontang-panting.

“Tolong…!!!”

“Tolong…!!!”

Tak beberapa lama kemudian, Zainal dan orang-orang yang sedang berada di kebun berkumpul. Wajah mereka pucat pasi. Mereka benar-benar ketakutan.

Beberapa warga lain yang tengah berada di kebun serta rumah-rumah mereka yang tak jauh dari kebun itu berdatangan. Mereka terlihat ada yang membawa parang, potongan bambu dan beberapa senjata tajam lainnya. Penampilan mereka tak ubahnya para prajurit yang gagah dan siap mengatasi segala kemungkinan yang tiba.

“Ada apa Zainal. Ada apa ini?” tanya Wak Lebor sembari bercekak pinggang. Lelaki paruh baya itu menatap tajam wajah Zainal meski napasnya masih tampak terengah-engah.

“Itu Wak! Ada seseorang berpakaian serba hitam tiba-tiba lewat di depanku saat menyabit (memetik) kelapa tadi.”

“Benar, Wak. Aku juga melihatnya tadi!” timpal Seman.

“Anehnya lagi, sosok itu tiba-tiba hilang dalam sekejap, Wak,” sambung Zainal lagi.

“Jangan takut Zainal! Kalian semua jangan takut!” Wak Lebor mendekati Zainal dan duduk di samping pemuda itu.

Bagi Zainal, kejadian ini adalah kedua kali bagi dirinya. Ia ingat betul dua pekan lalu ketika tiba-tiba sekujur tubuhnya mengeras saat mencari kayu di dalam hutan. Tetapi sesosok lelaki misterius yang tak dikenalinya telah menolong dan menyelamatkan dirinya keluar dari pinggir hutan. Dan akhirnya Zainal bisa ditemukan warga saat hendak pulang dari berkebun.

“Cis…!!!. Kalau dia berani lagi menampakkan muka, pasti akan ku-tebas batang lehernya nanti. Aku tak peduli apakah dia hantu atau manusia,” Sahut Awang yang tiba-tiba mengacung-ngacungkan sebilah parang panjang di tangannya. Pemuda bertubuh tegap itupun meminta beberapa pemuda lainnya yang ada saat itu untuk merapah lebatnya hutan guna mencari makhluk misterius yang diceritakan Zainal dan beberapa warga lainnya.

“Tenang dulu, Awang! Jangan tergopoh-gopoh dan asal tuduh begitu,” Wak Lebor mencoba menenangkan situasi.

“Kita tak boleh bertindak sekehendak hati. Semuanya harus dipikir dan dipertimbangkan masak-masak,” ucap Wak Lebor lagi sembari memikirkan sesuatu.

“Mana boleh bertenang, Wak! Aku rasa dia itulah makhluk yang menjadi punca hilangnya Tuk Kamil selama ini.”

Wak Lebor mengangguk mendengar pernyataan seorang anak muda yang melegak-legak darahnya itu. Sementara Zainal dan belasan warga yang tengah berkumpul pagi itu hanya terdiam. Mereka saling pandang dengan wajah yang menyimpan segala tanya dan sak wasangka.

***

Suatu pagi dan waktu yang sudah ditentukan, hampir sekitar tujuh puluhan warga dusun kecil di kampung itu telah berkumpul di rumah Zainal. Dari rumah Zainal itu mereka semua nantinya akan bergerak ke hutan untuk melakukan penyisiran. Meski pagi itu langit agak sedikit mendung dan hujan gerimis mulai membasahi bumi, namun mereka tak ingin membatalkan niatnya. Upaya pencarian harus tetap dilakukan.

Target mereka lain tak bukan adalah menemukan sesosok pria berpakaian serba hitam yang dinilai telah meresahkan para petani dan pekebun dalam sepekan ini.

Orang-orang kampung yang tergabung dalam pencarian itu sempat berpikir, apabila pria misterius itu ditemukan, maka segala informasi akan diperoleh, termasuk mengenai hilangnya Tuk Kamil selama ini.

Dalam pencarian tersebut, warga dibagi dalam empat kelompok. Masing-masing kelompok diramaikan oleh beberapa pemuda yang bertubuh tegap dan gagah-gagah. Pemuda-pemuda tersebut berada di barisan paling depan. Sementara di barisan belakang adalah warga-warga kampung yang sudah berkepala lima, bahkan ada yang sudah berkepala enam. Semua warga yang turun ke hutan ini dibekali sejumlah senjata tajam, seperti parang dan ada juga yang menggunakan senapan angin.

Upaya pencarian pagi itu pun kini mulai dilakukan. Mereka bergerak serentak merapah lebatnya hutan, menyusuri lorong-lorong hutan dan rimbun semak belukar yang tergolong menyeramkan.

Untuk kelompok pertama dipimpin oleh Awang. Sementara kelompok dua, tiga dan empat dipimpin Hasan, Budin dan Zainal. Jarak antara satu kelompok dengan kelompok lainnya hanya sekitar tujuh puluh depa saja. Mereka sengaja tidak terlalu jauh untuk mengatur jarak, agar apabila terjadi sesuatu hal, mereka dapat saling berkomunikasi. Minimal dengan pekikan suara antara satu kelompok dengan kelompok lainnya mudah didengar.

“Hati-hati dan tetap siaga, Awang!” ingat Wak Lebor dari barisan belakang.

“Baik Wak Lebor,” jawab Awang.

Kini lebatnya hutan di dusun kampung itu tak lagi dihiraukan. Semua kelompok yang turun ke dalam hutan pun tak menyia-nyiakan kesempatan kali ini untuk mencari target mereka. Anak-anak mahang, pakis, akasia, sendayan dan bahkan rimbunnya semak samun di seputar jalan yang mereka lalui, tampak terang – habis dibabat dengan parang-parang mereka yang tajam dan serba mengkilat.

***

Matahari hampir tepat di atas kepala. Namun setelah hampir tiga jam mereka berada di tengah hutan dan merapah semak belukar, sosok makhluk berpakaian serba hitam yang sebelumnya pernah meneror mereka tak juga ditemukan. Begitu pula dengan jejak-jejak hilangnya Tuk Kamil, tak juga dijumpai di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Dan kini, tibalah saatnya mereka beristirahat, sekaligus makan siang dari bekal-bekal yang telah mereka persiapkan sebelum pergi.

“Sebaiknya kita beristirahat dulu ya, Wak?” pinta Awang.

“Betul kata engkau itu, Awang. Eloklah kita beristirahat terlebih dahulu,” jawab Wak Lebor lalu mengistirahatkan badan dan diikuti oleh semua warga yang tergabung dalam kelompok pertama itu. Mereka lalu mengeluarkan perbekalan dari dalam tas sandang maupun bungkusan-bungkusan yang dibawa. Namun belum sempat mereka bersiap-siap untuk santap siang, tiba-tiba terdengar pekikan dari kelompok lain.

“Woi…!!!” Teriakan lantang dari kelompok lain itu menggegerkan suasana. Awang dan teman-temannya tak sempat menyantap bekal. Mereka lalu bergegas berlarian menuju sumber suara teriakan itu datang.

“Di sini… Di sini…,” pekik Atan, salah seorang anggota dari kelompok lain yang tampak sudah berdiri memaku di tepi sebuah telaga yang baru ia jumpai itu. Telaga berukuran lebih kurang 20 x 20 meter itu pun terlihat airnya sangat hitam. Di sekelilingnya dipenuhi pohon-pohon kecil dan pakis-pakis.

“Di hutan lebat sebegini ada telaga?” tanya Awang. Bulu kuduknya tiba merasa merinding. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan telaga itu.

“Iya, Awang. Padahal sebelum ini kita tak pernah tahu dan menemukan kalau di hutan selebat ini ada telaga-nya,” ujar Atan merasa sangat heran.

“Sudah, sudah…! Sekarang mari kita telusuri saja telaga ini. Mana tahu ada sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk,” pinta Wak Lebor.

Siang itu, puluhan warga yang turun ke hutan terus melakukan pencarian. Beberapa kelompok yang tadinya bergerak di bawah komando masing-masing pemimpin kelompok, kini telah berkumpul di satu titik, di telaga itu. Mereka menyusuri tiap jengkal tepian telaga. Bahkan ada beberapa warga yang sempat terjun ke dalam telaga, menyelam di dingin dan dalamnya air. Namun hingga menjelang tibanya waktu Ashar, mereka tak kunjung menemukan apa-apa pun petunjuk terkait hilangnya Tuk Kamil. Begitu juga tentang sosok misterius yang sebelum ini pernah meneror warga.

***

Hingga kini, cerita tentang sebuah telaga di tengah hutan di dusun itu masih menyimpan misteri di kalangan penduduk. Tetapi sejak puluhan warga menemukan telaga itu saat melakukan pencarian Tuk Kamil, sesosok lelaki misterius berpakaian serba hitam yang sebelum ini sering menampakkan diri dan mengganggu sejumlah petani, kini tak lagi muncul. Para petani dalam beberapa bulan ini pun mulai merasa aman dan tak lagi dihantui rasa takut apabila sedang berkebun.

Menurut beberapa orang pintar, jika telaga itu mungkin saja memberi isyarat dan pertanda bagi para penduduk, bahwa hilangnya Tuk Kamil selama ini bisa saja ada kaitannya dengan kisah telaga hitam yang tanpa disangka-sangka ditemukan itu. Bahkan muncul pula saran jika orang-orang kampung sebaiknya membuat kenduri hajatan, meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa demi keselamatan kampung, termasuk mengirimkan doa buat Tuk Kamil yang diyakini sudah meninggal dunia.

Bengkalis, 2019

***

تلاڬ هيتم د تڠه هوتن

سمنجق توق كاميل مڠهيلڠ سڤورنام لالو سائت منچاري كايو باكر د بيبير هوتن د سبواه دوسون كچيل إتو، اورڠ-اورڠ كمڤوڠ ماسيه ديهنتوي كتاكوتن اونتوق ڤرڬي ك كبون. والاو سبنرڽ جارق كبون مرك اڬق بڬيتو جاوه داري بيبير هوتن. نامون سمڤاي دتيك إني ڤولا مرك ماسيه اڠڬن اونتوق ك سان

سباڬيان ڤندودوق يڠ مميليكي كبون د سكيتر هوتن إتو مراس ساڠت خواتير – جيك ڤريستيوا يڠ منوروت مرك ساڠت مڠريكن إتو منيمڤ ڤولا ڤادا ديري-ديري مرك، اورڠ-اورڠ كمڤوڠ يڠ ماسيه ستيا دان ڤرچاي دڠن سڬالا ڤنتڠ لارڠ. الهاسيل، كبون-كبون ميليك ورڬ يڠ سباڬيان بسرڽ ديتنامي دڠن ڤوهون كارت، كلاڤ، سرت تنامن ڤلاويج لاينڽ إتوڤون تربيار بڬيتو ساج. كبون-كبون يڠ منجادي سومبر ڤڠهاسيلن مرك ڤون جادي تق تروروس. لاهن ڤركبونن يڠ سبلوم إني ترڬولوڠ برسيه، كمبالي منجادي ريمبون ديڤنوهي سمق دان سامون

Artikel sebelumnyaPuisi: Ombak tak Pulang
Artikel berikutnyaPantun sebagai Pola Komunikasi Tingkat Tinggi: Siniar Sanggam Hadirkan Rendra Setyadiharja
Marzuli Ridwan Al-bantany
Penulis, penyair dan sastrawan Riau bermastautin di Bengkalis. Ia tidak hanya menulis puisi, namun juga menulis cerpen, artikel maupun esai. Buku puisi yang diterbitkannya antara lain Menakar Cahaya (FAM Publishing: 2016), Di Luar Jendela (TareBooks: 2019) dan Cinta Hingga ke Surga (Aden Jaya: 2020). Selain karya-karyanya pernah tersiar di sejumlah media massa dan antologi bersama, pria kelahiran Bantan Air, Bengkalis pada 16 September 1977 ini juga telah menerbitkan buku kumpulan cerpen berjudul Burung-Burung yang Mengkapling Surga (FAM Publishing: 2018) dan Pada Senja yang Basah (Dotplus Publisher, 2021), serta tiga buah buku kumpulan esai berjudul Menuju Puncak Keindahan Akal Budi (Aden Jaya: 2019), Setitik Embun Pagi (Aden Jaya, 2020), dan Sabda Pujangga Dari Negeri Junjungan (Dotplus Publisehr, 2021). Baginya, menulis adalah bagian dari proses pendewasaan diri dan cara paling indah dalam menyampaikan pesan-pesan kebaikan dan kemaslahatan. Beliau dapat dihubungi di nomor HP 0852-7811-8244.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini