Di sebuah sekolah dasar di kota kecil itu, Bu Munah yang oleh warga sekitar akrab disapa Cikgu Munah, sudah hampir delapan tahun ini mengabdikan diri menjadi guru. Ia mengajar dan mendidik para pelajarnya dengan lembut dan hati yang tulus.
Riausastra.com – Sebagai guru honor, ia terus berusaha menjadi pendidik yang baik dan profesional,- mengabdikan diri sepenuh hati dalam mendidik anak-anak didiknya,- dengan harapan besar agar mereka kelak menjadi manusia, para penerus bangsa yang cerdas dan berakhlak mulia.
Seperti guru-guru lainnya, setiap hari Cikgu Munah datang ke sekolah lebih awal. Sebelum masuk ke kelas, terlebih dahulu ia menyiapkan materi pelajaran dan berbagai perangkat lainnya yang diperlukan. Ia baru akan pulang ketika matahari sudah benar-benar condong ke Barat, setelah jam pelajaran terakhir berakhir.
Akhir-akhir ini Cikgu Munah sering mendengar berita, bahwa gaji para pejabat pemerintah, terutama para anggota DPR diupayakan untuk dinaikkan. Termasuk pula berbagai tunjangan sebagai anggota dewan. Angka-angka besar itu bagi Cikgu Munah seperti bayangan yang selalu menghantui pikirannya, karena sebagai guru honor ia dan beberapa guru honor lain di sekolah selama ini hanya mendapatkan gaji yang relatif sangat kecil, gaji yang nyaris tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Sungguh bagai langit dan bumi. Gaji kita para tenaga pendidik di negeri ini berbanding terbalik dengan gaji yang mereka terima. Ya, mereka para pejabat-pejabat kita yang bekerja di gedung-gedung wakil rakyat dan pemerintahan itu!” guman Bu Fatihah.
“Belum lagi guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah madrasah, terutama guru-guru honor, Cikgu Munah..! Honor mereka jauh lebih kecil dibandingkan dengan kita.”
“Tak usah diambil pusing, Bu..! Biarkan saja mereka dengan segala kemewahannya. Toh, kita juga masih bisa makan dan membesarkan anak-anak!” ujar Cikgu Munah datar. Ia seakan tak peduli dengan besaran gaji yang diterima selama ini.
Bagaimana-pun juga, Cikgu Munah memahami betul apa yang menjadi keluh kesah Bu Fatihah, guru sekaligus sahabat baiknya itu. Tapi, bagaimana ia dapat menyuarakan segala uniek-unek yang selama ini juga turut dirasakannya, sementara ia sadar bahwa ia hanyalah guru biasa, yang harus akur pada setiap keputusan yang telah ditetapkan, termasuk soal besarnya gaji yang bertahun-tahun ini ia terima, yang jujur diakuinya sangat kecil dan tak mencukupi untuk keperluan hidup sehari-hari.
“Sungguh tidak manusiawi, Cikgu..!” geram Bu Fatihah lagi.
“Sabar, Bu Fatihah..!”
“Tuhan tidak tidur. Ia tahu apa yang sedang kita tanggung selama ini. Semoga ada perhatian dan solusi dari pemerintah kita bagi menyikapi permasalahan ini,” Cikgu Munah menenangkan hati sahabatnya itu.
Cikgu Munah memaklumi benar, bahwa menjadi guru sesungguhnya memikul tanggungjawab besar yang senantiasa harus ditunaikan. Peran para guru dalam membentuk karakter anak-anak didik yang memiliki kecerdasan intelektual dan berakhlakul karimah, menjadi hal penting yang harus selalu diperhatikan sebagai upaya dan ikhtiar dalam menyukseskan program pembangunan, dalam hal ini pendidikan nasional.
Cikgu Munah juga memaklumi, besarnya gaji serta tunjangan kehormatan yang diterima para pejabat negara maupun pemerintahan,- di satu sisi menjadi bagian penting bagi meningkatkan kapasitas mereka dalam mengemban tugas dan tanggungjawab besar pada sebuah negara yang memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi. Meskipun demikian, dari hati kecilnya yang paling dalam, memancar setitik harapan besar,- kiranya nasib guru-guru sepertinya turut diperhatikan kesejahteraannya oleh negara. Sudah semestinya pula para guru diberikan gaji maupun tunjangan yang layak, karena mereka juga merupakan bagian penting dalam membangun bangsa dan negara.
***
Suatu hari di ruang majelis guru yang sederhana di sekolah dasar itu, beberapa guru mengisi jam isttirahat dengan berdiskusi seputar nasib mereka para guru honor yang tak kunjung mendapatkan perhatian dari pemerintah. Kecilnya gaji yang diterima selama ini seakan suatu bentuk pengkerdilan terhadap profesi guru. Padahal profesi guru adalah suatu profesi yang sangat mulia, memiliki peran dan tugas yang tidak ringan. Guru merupakan salah satu pilar serta elemen penting dalam pembangunan nasional, bertanggungjawab bagi melahirkan generasi bangsa yang mumpuni, memiliki sumber daya manusia yang kompeten bagi melanjutkan estafet pembangunan nasional.
“Ada baiknya kita melakukan aksi demonstrasi, seperti yang dilakukan masyarakat dan para mahasiswa itu!” tawar Pak Imran, guru honor yang selama ini mengampu bidang studi Matematika.
“Saya pikir ada baiknya juga ide tersebut,” timpal Pak Karim.
“Kalau saya, ikut saja mana baiknya, Pak! Yang penting demonstrasi itu membuahkan hasil yang positif,” sambut Bu Fatihah.
Pak Imran selaku guru yang mengusulkan aksi demonstrasi itu mengangguk. Ia juga sempat melontarkan sebuah pernyataan keras yang pada intinya mempertanyakan mengapa selama ini keberadaan guru selalu terpinggirkan. Padahal guru-lah yang setiap hari mengajar, mewujudkan masa depan anak-anak bangsa. Namun, kesejahteraan para guru masih jauh dari harapan. Apa sebenarnya yang salah dari sistem pendidikan yang selama ini dijalankan?
Beberapa saat suasana diskusi tersebut menjadi hening. Masing-masing guru di ruangan itu, termasuk Cikgu Munah, juga terlihat tengah berpikir, termasuk merencanakan sesuatu tentang aksi demonstrasi yang bakal dilakukan bagi memperjuangkan nasib para guru, terutama guru-guru honorer yang ada di daerahnya.
***
Di malam hari, setelah aksi demontrasi sukses dilakukan tadi pagi, Cikgu Munah masih berdiri tepat di daun jendela rumah papannya yang sederhana itu. Ia begitu dalam menyaksikan lampu-lampu kota yang gemerlap, simbol dari kehidupan yang lebih baik yang sepertinya jauh dari jangkauannya. Ia mengingat kata-kata bijak yang pernah ia dengar, ‘Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa’ Tapi, di tengah besarnya gaji para pejabat di negeri dan wacana kenaikan berbagai tunjangan lainnya, kata-kata itu terasa seperti ironi pahit. Kata-kata yang indah, namun menusuk jiwanya, menyisakan luka yang teramat dalam. Luka yang kadang sulit untuk disembuhkan.
Cikgu Munah menarik napas dalam-dalam. Ia tahu ia tak bisa mengubah sistem, tapi ia bisa terus mengajar dengan cinta dan kasih sayang,- untuk anak-anak yang menatapnya setiap hari dengan tatapan penuh harapan. Ia berjanji akan tetap berdiri di muka kelas, mengajar, mendidik serta memotivasi setiap anak didiknya dengan hati yang tak pernah pudar.
***
Hari-hari telah berlalu. Nasib Cikgu Munah serta guru-guru honorer lain di daerahnya masih tetap begitu. Cikgu Munah sepertinya tak lagi memikirkan apa kesudahannya kelak, terutama pasca aksi demonstrasi yang dilakukan secara besar-besaran oleh para guru di daerahnya, termasuk di beberapa daerah lain di negerinya. Ia pun tak peduli lagi akan situasi yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Baginya, ia harus tetap pada niat dan tujuan mulia, mengabdikan diri sepenuh hati, menjadi guru bagi anak-anak didiknya di sekolah. Meski ia tahu jika pengabdiannya terkadang sulit untuk dihargai oleh para pemilik kebijakan, namun besar harapannya agar suatu hari nanti keadilan akan datang juga, dan kerja keras guru-guru honor seperti dirinya akan dihargai dengan layak.
Bengkalis, September 2025
چيكڬو مونه
د سبواه سكوله داسر د كوت كچيل إتو، بو مونه يڠ اوله ورڬ سكيتر اكرب ديساڤ چيكڬو مونه، سوده همڤير دلاڤن تاهون إني مڠبديكن ديري منجادي ڬورو. إيا مڠاجر دان منديديك ڤارا ڤلاجرڽ دڠن لمبوت دان هاتي يڠ تولوس
سباڬاي ڬورو هونور، إيا تروس بروساه منجادي ڤنديديك يڠ بايك دان ڤروفسيونل -مڠبديكن ديري سڤنوه هاتي دالم منديديك انق-انق ديديكڽ- دڠن هراڤن بسر اڬر مرك كلق منجادي مانوسيا، ڤارا ڤنروس بڠس يڠ چردس دان براخلق موليا
سڤرتي ڬورو-ڬورو لاينڽ، ستياڤ هاري چيكڬو موهه داتڠ ك سكوله لبيه اول. سبلوم ماسوق ك كلس، ترلبيه داهولو إيا مڽياڤكن ماتري ڤلجارن دان برباڬاي ڤرڠكت لاينڽ يڠ ديڤرلوكن. إيا بارو اكن ڤولڠ كتيك متهاري سوده بنر-بنر چوندوڠ ك بارت، ستله جم ڤلجارن تراخير براخير
























