gambar hanya ilustrasi. sumber: bing

Riausastra.com – Agus sedang membantu bapaknya mengumpulkan botol-botol bekas yang berserak di sepanjang tepi selokan. Maklum di depan Balai RW itu semalam ada pagelaran wayang kulit. Pengunjungnya sangat ramai. Sehingga di Minggu pagi ini banyak sampah serta botol bekas minuman yang berserakan. Namun, hal itu merupakan berkah bagi bapaknya Agus yang merupakan seorang pemulung.

Terdorong oleh keinginan supaya bapaknya mendapatkan uang banyak, maka Agus pun membantu. Sambil menenteng sebuah karung bekas, Agus terus beraksi memungut setiap botol plastik yang ia temukan.

Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, karung berukuran sedang itupun sudah penuh. Agus pun berniat meletakkan karung itu ke gerobak yang ditaruh di bawah sebatang pohon rambutan di seberang jalan.

Namun, baru saja kakinya bergerak tiga langkah tiba-tiba tanpa diduga dari belakangnya sebuah sepeda meluncur dengan kencang. Bruukk! Tak sempat Agus menghindar. Kaki kanannya terserempet dengan keras sehingga ia jatuh terjengkang.

Seketika keranjang yang ia panggul di punggungnya terlempar ke dalam selokan. Seuruh isinya tumpah berserakan.

“Astagfirlloh haladzim!” jerit Agus tengkurap di jalan.

Sambil meringis kesakitan Agus berusaha bangkit. Perlahan ia hampiri pengendara sepeda yang kini juga sedang meringkuk di tepi selokan. Separo bagian dari sepedanya nyungsep ke air selokan yang keruh.

“Hai, kalau bersepeda hati-hati dong! Jangan ngebut gitu!” kata Agus saat sudah sampai di dekat pengendara sepeda itu.

Agus mengulurkan tangannya. Ia bermaksud ingin membantu anak itu berdiri.

“Kau sendiri yang harusnya hati-hati kalau lagi berjalan!” bantah anak itu seraya menepis tangan Agus dengan kasar.

“David …,” gumam Agus terkejut. David adalah temannya satu kelas. Dia anak orang kaya yang terkenal sombong.

“Minggir! Aku gak butuh bantuanmu!” hardik Davis ketus.

“Dasar kau, ya! Sudah salah, bukannya minta maaf, eh, malah marah-marah gak jelas,” ujar Agus sedikit kesal.

“Bukan aku yang salah, tahu!”

“Lalu siapa yang salah?

“Dia! Sepeda itu yang telah menabrakmu. Bukan aku!” Davis menarik sepedanya dari dalam selokan.

“Dasar aneh!” gerutu Agus tak hirau lagi. Ia segera memunguti kembali barang rongsokannya yang berserakan di tepi jalan sambil geleng-geleng kepala.

Sementara David pergi begitu saja tanpa mengucap permisi lagi.

***

Dasar David, tak mau mengakui kesalahannya atas kecelakaan yang tejadi kemarin, ia justru berpikir bahwa Agus lah yang menjadi biang keladinya. Untuk itu, hari ini ia ingin memberi pelajaran pada Agus. Melihat kondisi sepedanya yang lecet-lecet di beberapa bagian ia jadi semakin marah. Gara-gara hal itu ia kemarin kena marah saat sampai di rumah.

Karena itu begitu bel tanda pulang sekolah berdentang, usai berdoa dan memberi salam pada guru, ia langsung berlari mengambil sepedanya. Ia mengayuh sepedanya cepat-cepat guna menghadang Agus yang sedang memasuki sebuah gang.

Lantaran sambil menyetir sepeda, matanya terus saja celingak-celinguk mencari keberadaan Agus, ia jadi tak menyadari kalau dirinya sudah sampai di dekat sebuah jembatan. Terus saja ia mengayuh sambil jelalatan.

Tin! Tin!

Tiba-tiba terdengar bunyi klakson dari belakang. Ternyata ada sebuah mobil truk yang hanya berjarak kurang dari 6 meter dengan dirinya. Padahal jalan itu sempit. David harus minggir sampai turun dari aspal agar tak tersenggol bak belakang truk.

Akibat panik, kaki David jadi salah tumpuan saat melompat dari sepeda. Grusaak! Tubuhnya terperosok bersamaan dengan sepedanya.

“Aaaahhhggg!”

David menjerit keras. Tangannya gagal meraih sesuatu untuk berpegangan. Sehingga tak urung dirinya terjatuh ke sungai.

Byuurrr! David megap-megap meskipun sungai itu tidak dalam. Airnya yang keruh dan berwarna kehitam-hitaman. Baunya menyengat. Serta merta perutnya menjadi mual hebat.

“Tolooong! Tolooong …!” jerit David sambil berusaha menepi.

Namun sial, anak-anak yang berhenti di atas jembatan hanya pada terdiam. Mereka seolah terpaku melihat kedaan David. Melihat Rian, Candra, dan Diar yang selama ini ia anggap sebagai teman akrapnya, David sangat berharap semoga mereka segera memberi pertolongan. Namun, ternyata David salah. Bukannya menolong, teman-teman akrabnya justru pada menutup hidung saat hendak mendekati David. Tak tahan mencium aroma tak sedap dari air sungai, ketiga anak itu justru kembali ke atas.

David dongkol setengah mati. Ia merasa teramat kecewa dengan ulah mereka. Air susu telah dibalas dengan air tuba. Semua kebaikannya selama ini serasa sia-sia. David mendengus kesal sambil menahan muntah.

Tanpa disangka-sangka, Agus yang kemudian justru bergegas melepas seragamnya. Dengan hanya mengenakan kaos dalam dan celana kolor, Agus melompat dan langsung menolong David tanpa berkata-kata.

Tanpa memedulikan tubuhnya yang kotor, Agus berusaha mendorong tubuh David dengan sekuat tenaga. Maklum, tubuh David lebih besar dari tubuhnya. Saat David sudah berhasil sampai di tepi, beberapa pengendara yang berhenti ikut membantu membawa David ke tepian jalan.

Dalam kondisi setengah sadar, David masih sempat melihat tubuh ringkih Agus yang mengangkat sepedanya dari dasar sungai yang kotor dan bau itu.

***

Dengan berurai air mata, David menceritakan semua kelakuannya pada Agus selama ini kepada mamanya. Ia merasa sangat menyesal. Ternyata anak yang selama ini ia jauhi, nyatanya justru menjadi dewa penolongnya. Sementara anak-anak yang kerap ia ajak bersenang-senang, pada saat ia celaka tidak ada satu anak pun yang membantunya.

“Syukurlah kalau kau sekarang sudah menyadari kesalahanmu, David. Memang tak seharusnya air susu kau balas dengan air tuba. Kau harus segera meminta maaf pada Agus. Dan yang paling penting kau harus bisa mengubah sikapmu padanya,” nasehat mamanya.

“Iya Ma, sekarang juga tolong Mama antar saya ke rumah Agus.”

Tanpa menyahut mamanya David langsung beranjak keluar menuju garasi. Dia keluarkan mobil Avansa silver untuk mengantar anaknya.

***

Agus sedang merapikan tumpukan kardus yang sudah ditata seikat-seikat oleh bapaknya. Sedianya sore ini ia akan ikut bapaknya setor barang rongsokan ke tempat seorang pengepul di pinggir desa.

Agus sempat terkejut melihat sebuah mobil berhenti di depan rumahnya yang sederhana. Setelah tahu yang keluar dari mobil adalah David dan mamanya, barulah Agus menghentikan pekerjaannya guna menyambut kedatangan tamunya.

“Begini maksud kedatangan saya kemari adalah untuk mengantar David. Dia ingin meminta maaf pada Agus atas semua kesalahannya selama ini. Dan saya pastikan, Davis tidak akan mengulangi lagi perbuatan buruknya padamu, Agus,” kata mamanya David saat mereka sudah duduk di bangku panjang berbahan bambu.

“Saya sudah memaafkan David, sebelum Ibu dan David memintanya kok,” sahut Agus tulus.

Atas kebesaran hati Agus, akhirnya mamanya David justru memberi pekerjaan untuk bapaknya Agus untuk membantu perekonomian keluarga itu. Sejak saat itu bapaknya Agus menjadi tukang bersih-bersih kebun di rumah David.

Agus dan David pun berteman akrab.

***

ائير سوسو ديبالس ائير توب

اڬوس سدڠ ممبنتو باڤكڽ مڠومڤولكن بوتول-بوتول بكس يڠ برسرق د سڤنجڠ تڤي سلوكن. مكلوم د دڤن بالاي ر.و إتو سمالم ادا ڤڬلارن وايڠ كوليت. ڤڠونجوڠڽ ساڠت راماي. سهيڠڬ د ميڠڬو ڤاڬي إني باڽق سمڤه سرت بوتول بكس مينومن يڠ برسراكن. نامون، هل إني مروڤاكن بركه باڬي باڤكڽ اڬوس يڠ مروڤاكن سئورڠ ڤمولوڠ

تردوروڠ اوله كئئيڠينن سوڤاي باڤكڽ منداڤتكن اواڠ باڽق، ماك اڬوس ڤون ممبنتو. سمبيل مننتڠ سبواه كاروڠ بكس، اڬوس تروس براكسي مموڠوت ستياڤ بوتول ڤلستيك يڠ إيا تموكن

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini