Riausastra.com – Kawan, ada yang hendak kusampaikan kepadamu. Tapi maafkan daku, sebab menjadikan dinding Fb-ku ini sebagai titiannya untuk sampai ke lubuk hatimu. Semoga kau memakluminya, sebab aku pun sepertimu yang menjadikan jalur komunikasi lewat aplikasi sosmed ini begitu berarti dan sangat membantu.
Harus kuakui memang, akhir-akhir ini aku seakan ‘lenyap’ di hiruk-pikunya dunia maya. Bukan tersebab jasadku terkubur, atau aku membenci setiap informasi yang mengada-ngada di dalamnya, melainkan aku sedikit khawatir akan terjerumus jauh dalam jurang pemberitaannya yang menyesatkan, menghantam keteguhan dan keyakinanku. Apalagi angin yang berhembus di musim ini begitu amat mengerikan, dan tak lagi mengikuti rentak senandung lagu yang kita ciptakan bersama.
Baiklah kawan, mungkin ini suara batinku yang paling dalam. Kalaupun kau hendak memaknainya setengah dalam, atau tak dalam sekalipun, silahkan saja, he he. Sedari dulu-pun kita selalu begitu, tak pernah menganggap sesuatu itu dengan sangat serius, karena dengan guyonan serta candaan yang sederhana, selalu membuat seberapa besar masalah yang kita hadapi akan mereda, mencair dengan seketika.
Mungkin ada benar katamu, sebab semua itu memerlukan waktu dan kejernihan pemikiran kita dalam menyikapi sesuatu. Ya sesuatu yang membuat kita terpisah oleh sikap dan pendirian yang berbeda.
Kawan, dalam beberapa bulan terakhir ini kita teramat jarang dan boleh dibilang tak lagi bertemu bertatap muka. Jangankan untuk bertanya kabar dan minum kopi bersama di kedai kopi kegemaran kita, sekedar membincangkan indahnya lautan dan mentari yang hampir tenggalam di ufuk barat kala senja menjelma di kota kecil kita yang asri ini, pun tak pernah lagi kita ulangi. Padahal kau tahu jika aku selalu menanyakannya kepadamu, bahkan meminta penjelasannmu. Namun belakangan ini kita terlalu sibuk. Disibukkan oleh urusan yang membuat kita harus berbeda matlamat, tujuan dan sikap maupun pilihan.
Sesungguhnya aku merindukan kau tertawa riang. Tertawa dalam jalan hidup yang kita tempuh. Bahkan tertawa dalam ketidaksempurnaan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Betapa tidak berdayanya kita bila dibandingkan keagungan dan kekuasaanNya. Namun di balik ketidaksempurnaan itu kita selalu mencoba menemukan diri dan mengenali diri. Sebab kita sama-sama menyadari bahwa dunia dan segala perhiasan yang ada di dalamnya tidaklah abadi. Esok, lusa, atau mungkin hari-hari yang akan datang, dan kapan saja segala yang ada pada diri kita, termasuk kita sendiri akan lenyap dan kembali ke pangkuanNya.
Lalu apa yang hendak kita banggakan?
Kau dan aku telah mengetahui akan kunci jawabannya, bukan?
Kita, dan barangkali mereka menyadari dengan sangat yakin, bahwa sesungguhnya kita adalah ‘Pengabdi’ di sisiNya. Dan kita pun telah mafhum jika kebahagiaan yang sejati itu akan kita peroleh di kala kita mampu menempatkan diri sebagai Pengabdi yang sesungguhnya di hadapan Tuhan. Maka bergembiralah siapa saja diantara kita yang mengerti dan memahami hal itu. Sebab kita sama-sama telah diberitahu melalui Kalam dan FirmanNya Yang Agung. “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepadaKu” (QS 51:56).
Kawan, kalaupun engkau saat ini tak lagi kutemui di setiap langkah kakiku, tak singgah di pelupuk mata, di ingatan dan setiap kenanganku, tapi percayalah bahwa kita sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Kita dewasa ini adalah generasi milenial yang sejatinya mendambakan kemakmuran, kesejahteraan dan kedamaian. Negeri yang makmur dan sejahtera akan terwujud jika kedamaian mampu kita jaga bersama-sama di bumi yang kita cintai, tanah air – bumi Nusantara yang indah dan permai ini. Begitu pula dengan kedamaian dan keamanan negeri, sudah pasti akan menjadi modal besar dalam mewujudkan cita-cita kita selaku anak bangsa.
Jika seluruhnya mampu kita ikat dalam frame semangat dan cinta tanah air, maka segala cita-cita yang kita semai itu tidak mustahil akan mampu kita capai dan dinikmati bersama-sama.
Kita patut bersyukur, sebab tanah air yang kita bela ini telah memberikan kesejukan, kedamaian dan kita hidup saling bergandengan. Ingat, dengan rasa aman yang kita bangun bersama, sesungguhnya telah membuat kita nyaman mengabdi – beribadah kepada Tuhan pemilik hidup dan kehidupan.
Sebelum kuakhiri, sebuah puisi yang kutulis di tahun lalu ini barangkali dapat menyentuh dan mengusik rasa rindumu kepadaku. Akan selalu kutunggu setiap panggilanmu di nomor perangkat handphone-ku, atau sekedar sebuah pesan yang sangat sederhana untuk kembali menemanimu minum kopi dan bersenda gurau kembali. Atau mungkin sekedar bersembang-sembang tentang indahnya persatuan dan agungnya karunia Tuhan kepada negeri yang kita miliki dan kita cintai ini.
Pada Tangantangan Purnama
Telah kautitipkan cahaya pada tangantangan
purnama
pada bintangbintang sebagai cerminnya
sedangkan malammalam yang kausinggahi
adalah saatsaat paling mendebarkan
serupa butirbutir embun yang luruh
didekap kesunyian ; kesendirian
Kutahu kaumerindukan bulan
pada setiap sujud salam sembah
yang kaulafadzkan doadoa
menderu begitu deras
dalam riuh gemuruh panggungpanggung
pengabdian yang agung
“Terbentanglah jalanjalan kemakmuran,
dipenuhi hijau rimbun kedamaian,” pintamu di setiap
ujung pertemuan
Aku ingin senyummu yang pecah ke puncak
awan
menyibak lipatan tabirtabir kelam;
jejakjejak mentari yang kautelusuri
pada tapaktapak tujuan dan setiap kenangan
yang kaunyalakan harapan
2017
***
سڤوچوق سورت اونلن
كاون، ادا يڠ هندق كوسمڤايكن كڤدامو. تاڤي مائفكن داكو، سبب منجاديكن دينديڠ ف.ب-كو إني سباڬاي تيتيانڽ اونتوق سمڤاي ك لوبوق هاتيمو. سموڬ كاو ممكلوميڽ، سبب اكوڤون سڤرتئمو يڠ منجاديكن جالور كومونيكاسي ليوت اڤليكاسي سوسمد إني بڬيتو بررتي دان سانت ممبنتو
هاروس كواكوي ممڠ، اخير-اخير إني اكو سئكن “لڽڤ” د هيروق ڤيكوقڽ دونيا ماي. بوكن ترسبب جاسدكو تركوبور، اتاو اكو ممبنچي ستياڤ إنفورماسي يڠ مڠادا-ڠادا د دالمڽ. ملاينكن اكو سديكيت خواتير اكن ترجروموس جاوه دالم جورڠ ڤمبريتائنڽ يڠ مڽستكن، مڠهنتم كتڬوهن دان كياكيننكو. اڤلاڬي اڠين يڠ برهمبوس د موسيم إني بڬيتو امت مڠريكن، دان تق لاڬي مڠيكوتي رنتق سنندوڠ لاڬو يڠ كيت چيڤتاكن برسام






















