sumber ilustrasi asli: pixabay

Apo tando imbo nan dalam (Apa tanda rimba yang dalam)
Senggan lutut aungan saap (Hingga lutut arungan sampah (dedaunan))
Daun lipai maompang bakal (Daun lipai mengempang bakal)
Daun tungkal manumpuk benai (Daun tungkal menumpuk benai)
Bak begonjung kayu di imbo (Bak bergojung kayu di rimba)
Seminai besoluk daan (Seminai berseluk dahan)
Belenggangan kompe di imbo (Berlengangan kompas di rimba)
Bak diindang bunyi iyang-iyang (Bak diindang bunyi iyang-iyang)
Bak ditanak bunyi si onjan (Bak ditanak bunyi si onjan)
Itu tando imbo nan dalam (Itu tanda rimba yang dalam)

Riausastra.com – Lelaki bersepatu bot itu memasuki hutan. Menyandang ambung yang terbuat dari rotan dengan sebilah golok tersarung di pinggang kirinya. Melangkah pelan dan teliti sambil mendengangkan lagu Nyanyian Panjang Sutan Paminggei. Meski tak semua mampu dihapalnya dengan fasih, namun beberapa bait mampu mewakili ketentraman hatinya terutama katika dia menjambangi hutan. Hatinya begitu riang. Sesekali langkahnya dikejutkan seekor biawak, tapi tak membuatnya kehilangan nyali memasuki hutan kecil itu. Dari atas pohon puluhan monyet berloncatan. Auman bahkan jejak harimau sudah lama tak ada, lenyap seiring dibukanya kebun-kebun raksasa perusahaan yang berjumlah ribuan hektar. Kokok denak  juga tak terdengar. Sudah habis diburu kolektor unggas di desanya bahkan desa lain.

Hutan itu bekas kakeknya berladang tempo dulu. Diwariskan kepada sang ayah, lalu terakhir kepada dirinya. Orang-orang di masa kakeknya berladang menebangi hutan dengan beliung, kemudian ditanami padi, sayur-mayur sejenis betik, mentimun, dan ubi. Usai menuai dan ketika sayur-mayur tak lagi produktif, lahan itu ditinggalkan, hingga menjadi hutan kembali. Orang-orang menyebutnya belukar tua. Lalu, berpindah ke hutan yang lain. Begitulah cara bertani zaman  kakeknya masih gesit bekerja, kisah ratusan tahun  lalu.

Almarhum ayahnya berwasiat agar belukar tua itu selalu dilestarikan, sebab di dalamnya terdapat banyak pohon langka yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan binatang. Ada Pohon sialang, ada campunek yang buahnya hampir mirip dengan cempedak dengan rasa manis. Ada pula durian daun (durian hutan) dengan rasa manis- pahit. Pohon tampak dengan buah asam-asam manis, buah idan yang berwarna merah seukuran kelereng. Ada juga kulim yang selalu berbuah lebat. Buah ini kesukaan keluarga mereka sebagai campuran ketika menggulai dan memais ikan segar. Aroma kulim saat menggelegak di kuali, akan membangkitkan gairah makan siapa saja yang mengendusnya, bahkan aroma gulai yang tengah menggelegak itu, akan menyebar  dua sampai tiga rumah tetangga sebelah.

Ada pula sebangko. Pohon yang memiliki kandungan toe, sebagai bahan baku membuat gasing. Toe, penanda bahwa pohon itu sudah berumur ratusan tahun. Semakin berumur, maka semakin keras toe yang dihasilkan dari pohon sebangko. Gasing permainan kesukaannya sejak anak-anak. Bahkan gasing masa kecilnya masih tersimpan utuh hingga sekarang. Bentuk dan coraknya hitam mengkilap, tak tergores secuil pun meski sering berlaga dengan gasing-gasing lawan. Itulah gasing yang dibuat oleh almarhum kakeknya ketika dia masih bayi.

Setiap  kali mengikuti permainan tradisional Melayu itu, sebanyak itu pula dia memperoleh kemenangan. Selain faktor kelihaiannya  dalam bermain secara turun-temurun,  gasing itu kabarnya pernah dibacakan mantra dari sang kakek. Bahkan orang-orang memanggilnya Bujang Gasing. Nama yang tetap melekat hingga sekarang.

Ketika ada perhelatan besar, orang-orang akan menemui Bujang Gasing. Meminta puluhan bahkan ratusan tual kayu untuk membuat limbungan, kerangka tenda, hingga kerangka panggung musik. Bujang Gasing dengan senang hati memberikan secara gratis. Bahkan ikut membantu  mencari kayu hingga terpasang di rumah yang punya hajat. Begitulah pentingnya Bujang Gasing, sebab tak ada tempat untuk mencari kayu selain di hutan belukar miliknya. Beberapa onggok hutan yang sempat berdiri belasan tahun lalu di desa itu, pun sudah ditumbangi  untuk perkebunan.

Ada saja yang dapat ia hasilkan dari hutan itu. Berburu lobah ambun, mengutip buah seminai untuk dijadikan minyak, serta mengumpulkan daun lipai dan kopau. Ketika mendekati hari besar Islam, orderannya meningkat. Sebab, hampir setiap rumah membutuhkan daun kopau dan lipai untuk membungkus pengananan tradisional ketupat  dan lopat. Penganan yang wajib terhidang di ruang tamu selain dodol dan kue-kue kering, saban lebaran Idul Fitri dan Idul Adha.  

Begitulah Bujang Gasing. Selalu mendapat uang tambahan dari hasil hutan peninggalan keluarganya, selain dari pekerjaan tetapnya sebagai penyadap getah karet. Meski hasilnya tidaklah besar, namun cukup untuk kebutuhan.

“Hidup ini yang penting berkahnya, Munah. Ikut kata hati pasti cukup, ikut kata dunia takkan pernah cukup-cukup,” nasehat Bujang Gasing usai menyerahkan uang hasil timbangan getah kepada istrinya. Ucapan yang sering didengar Munah setiap menerima uang dari suaminya, sesering itu pula Munah mengangguk mengikuti prinsip hidup Bujang Gasing.

Tapi itu cerita beberapa tahun lalu sebelum dirinya mendapat sindiran  dan ejekan. Ada yang menyindir kalau dirinya tak tahu perkembangan zaman, lebih suka mempertahankan hutan yang tak berguna ketimbang berkebun seperti mereka. Ada pula yang terang-terangan mengejeknya. “Tengoklah kami, hasil kebun kami saat ini melimpah ruah, bisa membeli apa yang nak kami kehendaki. Sebaiknya tumbangi saja hutan-hutanmu, segeralah berkebun seperti kami,” seseorang berujar kepadanya.

“Kalau dari dulu kamu mengikuti langkah kami, pastinya kamu sudah berumah mewah dan bermobil seperti kami,” seseorang yang lain juga ikut mengusik pikirannya di waktu yang berbeda.

Panas telinganya mendengar itu, namun diam-diam dia membenarkan masukan-masukan yang diterimanya. Sudah saatnya dia mengubah pola hidup, Sudah saatnya pula hutan itu disulap menjadi perkebunan untuk memperkokoh ekonominya. Disewanya peralatan mesin. Tanpa memakan waktu lama, separoh hutan berpohon lebat itu mendadak tandus. Separohnya lagi sengaja disisakan untuk ekosistem, sesuai wasiat sang ayah ketika masih hidup. Mulailah dia berkebun. Butuh beberapa tahun berikutnya baru akan dapat dicicipi hasilnya.

Siang malam dia mengkhawatirkan tanaman itu. Resah hatinya bila sehari saja tak dapat menengok kebun. Takut kalau ratusan beruk menyerbu masuk ke ladang. Beruk akan dengan mudah mencabuti dan mematahkan pelepah tanaman sehingga dia akan merugi. Beruk-beruk itu menjadi hama setiap petani pemula seperti dirinya.

Tasss…!” Senapan angin dengan ganas memuntahkan peluru, mengenai seekor beruk yang dia bidik dari atas pondok tinggi beratap daun kopau. Mengucur darah segar di bagian paha beruk, tertatih-tatih merangkak menyeret tubuhnya yang tertinggal dari rombongan yang kabur mendengar letusan senapan. Nasib beruk itu naas, dia tak berdaya ketika peluru susulan menembus badannya. Kemudian tetap mengarahkan segenap kemampuan bersembunyi menuju hutan yang masih tersisa. Tak diketahui nasibnya, Bujang Gasing tak ambil peduli. Kepada kelompok beruk itu hatinya teramat geram. Ditinggal sebentar saja sudah melahap puluhan tanamannya. Itulah alasan kenapa dia membeli senapan, menembaki setiap binatang apa saja yang dianggap merusak.

Begitulah, setiap beruk masuk ke ladangnya, senapan selalu siaga. Ketika matahari tenggelam dia mulai bernafas lega, bersiap untuk pulang. Sebab bila sudah gelap, beruk-beruk itu pergi dan akan datang lagi keesokan hari.

Penantian panjangnya mulai menampakkan hasil. Kebun miliknya sudah berbuah. Walau hasil produksinya belum semewah orang-orang yang jauh lebih dulu berkebun darinya, namun sudah membuatnya bergembira. “Pertanda masa depan semakin cerah,” gumamnya dalam hati. Bila takaran hasil di masa datang tak meleset dan harga berpihak ke petani, dia bisa merehab rumah panggungnya yang berdinding papan tua itu, menjadi rumah permanen, mengejar ketertinggalan dari tetangga. Seakan tak mau kalah, dia Juga berniat membeli mobil mewah agar bisa sesekali keluar dari kampung, berkeliling mengunjungi tempat-tempat yang indah,  berfoto-foto, dan  berburu makanan sedap.

Ya, hasilnya tak jauh meleset. Kebun yang menghampar luas itu kini sudah menghasilkan pundi-pundi uang. Dia dapat mewujudkan impiannya, rumah panggung tua miliknya yang sering dianggap kuno di kampungnnya itu, sudah dirobah menjadi rumah idaman. Hutan yang bersebelahan dengan kebunnya juga sudah lama ditumbangi. Ditanami tanaman yang sama, yang bernilai ekonomis. Dia lupa bahwa seonggok hutan itu tadinya ingin ia jaga dan sisakan untuk dimanfaatkan banyak makhluk, lalu diwariskan ke anaknya untuk dijaga sambil berwasiat bahwa hidup tak boleh berlebihan, ambil secukupnya, sisakan untuk makhluk yang lain. Wasiat itu tak pernah terlontar. Sebab, Kampung terbentang luas itu kini menjadi kampung yang tak berhutan, kampung dengan kebun menghapar luas yang mampu membantu perekonomian masyarakat, tanpa tersisa sebatang pohon hutan pun untuk dikenang.

Ternyata, sudah lama dia merindukan hutan yang memberikan kerindangan serta kesejukan. Hutan yang dulunya sempat menjadi teman setianya. Rindu menyeret langkah menginjak sampah dedaunan bersama dendang  Nyanyian Panjang Sutan Paminggei.

Apo tando imbo nan dalam (Apa tanda rimba yang dalam)
Bak dijalin anak lae (Bak dijalin anak lae)
Bak batopuk lipai abang (Bak bertepuk lipai abang)
Kimpe basoluk benai (Kimpe berseluk benai)
Duyan basoluk daun (Durian berseluk daun)
Begonjung pucuk seminai (Bergojung pucuk seminai)
Belosau saap diaung (Berlesau sampah diarung)
Sejongkal tinggi selao (Sejengkal tinggi selao)
Mengemumuk angin di imbo (Mengemumuk angin di rimba)
Menongut kilangan antu (Mendengut kilangan hantu)
otan soni togang konduan (Rotan soni tegang kendoran)
bagai dijalin anting kayu (Bagai dijalin ranting kayu)
manongung nyamuk nan age (Mendengung nyamuk dan agas)
beselikau bangkai binatang (Berselikau bangkai binatang)
pane ado teaso tidak (Panas ada terasa tidak)
Itu tando imbo nan dalam (Itu tanda rimba yang dalam)

Ketika rindu itu membubung tinggi,  dia harus menempuh perjalanan jauh yang berada di ujung perbatasan propinsi. Setengah hari perjalanan harus ditempuh. Dari cerita yang sering dia dengar, di situ masih ada tersisa beberapa onggok hutan yang belum dijamah. Dia berkunjung membawa keluarganya. Pergi ke hutan itu untuk berayun di buaian, menaiki pondok tinggi, meniti tali temali yang dibuat berjuntai antar pohon ke pohon lainnya, berenang di kolam buatan, hingga menaiki gerbong yang digerakkan mesin. Suka citanya tak terkirakan. Ketika haus dan lapar, mereka tinggal pesan ke penjual jajanan yang berjejer di berbagai sudut.

Tak ada aroma kulim di situ, juga buah seminai. Durian daun yang dulu saban musim dikutipnya untuk dibagi-bagikan ke tetangga, juga tak ada. Dia sadar, sesungguhnya itu hutan yang dikelola pihak swasta untuk menarik banyak orang berwisata. Andai, hutannya dulu dibuat seperti itu, bekerja sama dengan investor, pastinya akan lebih menarik dari yang dia lihat hari ini.

***

Sore itu menjelang magrib, menyebar luas foto dan video kecelakaan mengenaskan ke penjuru media sosial. Dua penumpang tewas, sopir selamat dengan luka-luka berat. Bujang Gasing yang belum mahir mengemudi mobil itu harus membayar mahal rasa rindunya. Rindunya pada seonggok hutan yang sudah lama tak dicumbuinya.

Pelalawan, 26 Oktober 2023

Keterangan :
Nyanyian Panjang Sutan Paminggei : sastra lisan tradisional masyarakat Melayu Petalangan, Pelalawan, Riau
Denak : Ayam hutan
Beliung : Alat penebang kayu tradisional
Toe : teras kayu atau bagian yang kayu yang paling keras berwana gelap
Limbungan : ruangan memasak diruang terbuka dalam sebuah acara perhelatan
Lobah ambun : lebah yang bersarang di pohon-pohon liar, menghasilkan madu berwarna bening

***

منچاري سئوڠڬوق هوتن

اڤو تندو إمبو نن دالم
سڠڬن لوتوت اوڠن سائڤ
داون ليڤاي ماومڤڠ باكل
داون توڠكل منومڤوق بناي
بق بڬونجوڠ كايو د إمبو
سميناي بسولوق دائن
بلڠڬاڠن كخمڤ د إمبو
بق ديئيندڠ بوڽي إيڠ-إيڠ
بق ديتانق بوڽي س اونجن
اتو تندو إمبو نن دالم

للاكي برسڤاتو بوت إتو مماسوكي هوتن. مڽندڠ امبوڠ يڠ تربوات داري روتن دڠن سبيله ڬولوق ترساروڠ د ڤيڠڬڠ كيريڽ. ملڠكه ڤلن دان تليتي سمبيل مندندڠكن لاڬو ڽاڽيان ڤنجڠ سوتن ڤاميڠڬاي. مسكي تق سموا ممڤو ديهاڤلڽ دڠن فاسيه، نامون ببراڤ بايت ممڤو مواكيلي كتنترامن هاتيڽ تروتام كتيك دي منجمباڠي هوتن. هاتيڽ بڬيتو رياڠ. سسكالي لڠكهڽ ديكجوتكن سئكور بياوق، تاڤي تق ممبواتڽ كهيلاڠن ڽالي مماسوكي هوتن كچيل إتو. داري اتس ڤوهون ڤولوهن موڽت برلونچاتن. اومن بهكن ججق هاريماو سوده لام تق ادا، لڽڤ سئيريڠ ديبوكاڽ كبون-كبون ركساس ڤروسهائن يڠ برجومله ريبوان هكتر. كوكوق دنق جوڬ تق تردڠر. سوده هابيس ديبورو كولكتور اوڠڬس د دساڽ بهكن دس لاين

هوتن إتو بكس كاكقڽ برلادڠ تمڤو دولو. ديواريسكن كڤادا سڠ ايه، لالو تراخير كڤادا ديريڽ. اورڠ-اورڠ د ماس كاكقڽ برلادڠ منباڠي هوتن دڠن بليوڠ، كموديان ديتنامي ڤادي، سايور مايور سجنيس بتيك، منتيمون، دان اوبي. اوساي منواي دان كتيك سايور-مايور تق لاڬي ڤرودوكتيف، لاهن إتو ديتيڠڬلكن، هيڠڬ منجادي هوتن كمبالي. اورڠ-اورڠ مڽبوتڽ بلوكر توا. لالو، برڤينده ك هوتن يڠ لاين. بڬيتوله چارا برتاني زامن كاكقڽ ماسيه ڬسيت بكرج، كيسه راتوسن تاهون لالو

المرهوم ايهڽ برواسيات اڬر بلوكر توا إتو سلالو ديلستاريكن، سبب د دالمڽ ترداڤت باوق ڤوهون لڠك يڠ برمنفائت باڬي كلڠسوڠن هيدوڤ مانوسيا دان بيناتڠ. ادا ڤوهون سيالڠ، ادا چمڤونق يڠ بواهڽ همڤير ميريڤ دڠن چمڤدق دڠن راس مانيس. ادا ڤولا دوريان داون (دوريان هوتن) دڠن راس مانيس-ڤاهيت. ڤوهون تمڤق دڠن بواه اسم-اسم مانيس، بواه إدن يڠ برورن مره سئوكورن كلرڠ. ادا جوڬ كوليم يڠ سلالو بربواه لبت. بواه إني كسوكائن كلوارڬ مرك سباڬاي چمڤورن كتيك مڠڬولاي دان ممايس إكن سڬر. اروم كوليم سائت مڠڬلڬق د كوالي، اكن ممبڠكيتكن ڬايره ماكن سياڤ ساج يڠ مڠندوسڽ، بهكن اروم ڬولاي يڠ تڠه مڠڬلڬق إتو، اكن مڽبر دوا سمڤاي تيڬ رومه تتڠڬ سبله

ادا ڤولا سبڠكو. ڤوهون يڠ مميليكي كندوڠن تو، سباڬاي باهن باكو ممبوات ڬاسيڠ. تو، ڤنند بهوا ڤوهون إتو سوده برومور راتوسن تاهون. سماكين برومور، ماك سماكين كرس تو يڠ ديهاسيلكن داري ڤوهون سبڠكو. ڬاسيڠ ڤرماينن كسوكائنڽ سجق انق-انق. بهكن ڬاسيڠ ماس كچيلڽ ماسيه ترسيمڤن اوتوه هيڠڬ سكارڠ. بنتوق دان چورقڽ هيتم مڠكيلڤ، تق ترڬورس سچويل ڤون مسكي سريڠ برلاڬ دڠن ڬاسيڠ-ڬاسيڠ لاون. إتوله ڬاسيڠ يڠ ديبوات اوله المرهوم كاكقڽ كتيك دي ماسيه بايي

ستياڤ كالي مڠڬيكوتي ڤرماينن تراديسيونل ملايو إتو، سباڽق إتو ڤولا دي ممڤروله كمناڠن. سلاين فكتور كليهايانڽ دالم برماين سچارا تورون-تمورون، ڬاسيڠ إتو كابرڽ ڤرنه ديبچاكن منترا داري سڠ كاكق. بهكن اورڠ-اورڠ ممڠڬيلڽ بوجڠ ڬاسيڠ. نام يڠ ملكت هيڠڬ سكارڠ

كتيك ادا ڤرهلاتن بسر، اورڠ-اورڠ اكن منموي بوجڠ ڬاسيڠ. ممينت ڤولوهن بهكن راتوسن توال كايو اونتوق ممبوات ليمبوڠن، كرڠك تندا، هيڠڬ كرڠك ڤڠڬوڠ موسيك. بوجڠ ڬاسيڠ دڠن سنڠ هاتي ممبريكن سچارا ڬراتيس. بهكن إكوت ممبنتو منچاري كايو هيڠڬ ترڤاسڠ د رومه يڠ ڤوڽ هاجت. بڬيتوله ڤنتيڠڽ بوجڠ ڬاسيڠ، سبب تق ادا تمڤت اونتوق منچاري كايو سلاين د هوتن بلوكر ميليكڽ. ببراڤ اڠڬوق هوتن يڠ سمڤت بإرديري بلاسن تاهون لالو د دس إتو، ڤون سوده ديتومباڠي انتوق ڤركبونن

ادا ساج يڠ داڤت إي هاسيلكن داري هوتن إتو. بربورو لوبه امبون، مڠوتيڤ بواه سميناي اونتوق ديجاديكن ميڽق، سرت مڠومڤولكن داون ليڤاي دان كوڤاو. كتيك مندكاتي هاري بسر إسلم، اوردرنڽ منيڠكت. سبب، همڤير ستياڤ رومه ممبوتوهكن داون كوڤاو دان ليڤاي اونتوق ممبوڠكوس ڤڠانن تراديسيونل كتوڤت دان لوڤت. ڤڠانن يڠ واجيب ترهيدڠ د رواڠ تامو سلاين دودول دان كوي-كوي كريڠ، سابن لبارن إدول فيتري دان إدول اده

بڬيتوله بوجڠ ڬاسيڠ. سلالو منداڤت اواڠ تمباهن داري هاسيل هوتن ڤنيڠڬالن كلوارڬاڽ، سلاين داري ڤكرجائن تتڤڽ سباڬاي ڤڽادڤ ڬته كارت. مسكي هاسيلڽ تيدقله بسر، نامو چوكوڤ اونتوق كبوتوهن

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini