Kalkun Bulan November
Kau tak banyak bicara, tanganmu tetap memotong wortel, mencincang bawang
untuk kalkun berselimut garam dan Mustard.
Kenapa kau ada?
Tiap waktu, kau kerap menolak ajakan berbagi taksi, sampai makan malam siapapun.
Kau lebih memilih di rumah, memasak kalkun, membuat jamuan untuk kesendirian.
Seorang kaukasia pernah memberimu sebotol anggur, menemanimu makan, mendengarkan apa yang kau tak ingin semua orang dengar; Iya, dia bersikap sebagai lelaki baik-baik.
Kalian seperti teman juga musuh; saling jarak, pula canggung dekat. Namun kau ingin bersamanya malam ini, pada malam berikutnya.
Kenapa malam ini harus ada?
Sama halnya kalkun penuh di tangan, kau kubur dirimu terlalu lama dalam sunyi, abai pada ihwal menemukan lelaki untuk mengisimu sekali lagi.
Mengisi hari keluh dengan jam-jam terapi, juga botol Serotonin kosong di kamar mandi.
Kau ingin keluar, menjadi sembuh pula ceria. Kau cerita padanya kalau dirimu adalah yang baru. Meski kau masih tetap sama, pada matamu sendiri.
Lalu, kenapa kau datang?
Akulah api, untuk Kalkun juga tubuhmu.
Pangganglah, akan kau temukan bahagia, pada kaldu juga sayur matang.
Biar kunyalakan lilin di meja makan, untuk menyambut Ibu Bapa
Kau tak sendirian, tak akan sendirian.
Tapi aku sendirian.
Iya, kudengar kaukasia itu bunuh diri, napasnya terjebak pada daun gugur, pada mimpi orang-orang gagal.
Tapi bukankah meninggalkanmu bahagia juga cara ia bahagia?
Pekanbaru, 2022