Setan di Kampung
Aku sembunyi dari matanya yang merah. Dan doa aku sembunyikan sebagai pasukan jaga. Tanpa belati, tanpa kentongan, tanpa senapan. O kepalanya terpenggal menyala-nyala, mengitari perkampungan sunyi. Hampir-hampir mereka mengendus tempatku sembunyi.
Di bawah pohon trembesi. Aku temukan akar ketakutan. Yang terkubur beratus abad-abad yang lalu. Darah pernah tumpah menjadi hitam. Jalan berkabut di kampung halaman. Aku congkel rasa takut itu. Kuukir menjadi sebilah pedang kayu.
Namun tilas takkan mudah hilang oleh hujan. Walau malam mulai tak sesepi pekuburan. Ada manis senyummu yang dironce wangi melati. Namun aku tetap ingin berlari dari kejaran setan-setan bermata merah dan kepala banaspati. Kuhunus jiwa takutku dengan pedang kayu; patah! Apakah mataku masih saja salah, membedakan antara wajah setan dan manusia.
Kaliwungu, 2022