sumber foto asli: pixabay

Setan di Kampung

Aku sembunyi dari matanya yang merah. Dan doa aku sembunyikan sebagai pasukan jaga. Tanpa belati, tanpa kentongan, tanpa senapan. O kepalanya terpenggal menyala-nyala, mengitari perkampungan sunyi. Hampir-hampir mereka mengendus tempatku sembunyi.

Di bawah pohon trembesi. Aku temukan akar ketakutan. Yang terkubur beratus abad-abad yang lalu. Darah pernah tumpah menjadi hitam. Jalan berkabut di kampung halaman. Aku congkel rasa takut itu. Kuukir menjadi sebilah pedang kayu.

Namun tilas takkan mudah hilang oleh hujan. Walau malam mulai tak sesepi pekuburan. Ada manis senyummu yang dironce wangi melati. Namun aku tetap ingin berlari dari kejaran setan-setan bermata merah dan kepala banaspati. Kuhunus jiwa takutku dengan pedang kayu; patah! Apakah mataku masih saja salah, membedakan antara wajah setan dan manusia.

Kaliwungu, 2022

Artikel sebelumnyaPuisi: Bedug
Artikel berikutnyaPuisi: Simpuh
Ngadi Nugroho
Lahir di Semarang, 28 Juni ’78. Menulis sajak menjadi suatu aktifitas menggugah ruang kesadaran yang menyenangkan. Sajaknya masuk dalam beberapa antologi ( Pujangga Facebook Indonesia, Progo7, Dunia: Penyair Mencatat Ingatan, Lampion Merah Dadu dll ) beberapa pula masuk di media online (Umakalada News, Litera.co.id, Suara Krajan.com, Mbludus.com, Kepul, Riausastra, Pronusantara. dll) Email: ng.adinugroho81@gmail.com Nama pena/fb : Dimaz Nunug

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini