Sebuah Kisah Mata Badik Kehidupan
Di bawah hujan gerimis. Lelaki tua bermantel seadanya keluar dari masjid. Sebentar dia menengok ke belakang dan akhirnya berlalu pergi. Dia kayuh becaknya menerobos genangan seperti membelah sisa nasi berbuka menjadi dua. Satu untuk dia dan satu untuk istri tercinta.
Terlihat rambut yang memutih. Menggumpal tak pernah tersentuh sisir ataupun sampo bermerek. Hanya sentuhan jari-jari sang istri yang menemani uban menjadi kuat bercokol menerjang hidup yang tak mudah.
Di bawah hujan gerimis. Dia lupa ingin berdoa apa. Ini bulan ramadan. Sebentar lagi lebaran tiba. Tak ada uang lebih untuk sekadar baju baru atau camilan ruang tamu. Gemrengeng hatinya mengucap takbir bertalu-talu,sambil mengusap air yang sedari tadi netes, membasahi wajah yang mulai kuyu, sebelum lebaran datang mengetuk- ketuk pintu.
Suara takbir bergema di balairung dadanya yang mulai dingin diterpa hujan dan angin. Teringat di rumah wajah istri tercinta. Teringat sisa nasi berbuka dibelah menjadi dua.
Kaliwungu, 2022