Melukis Kelam
Air mata mengusap debu,
Terhampar di sekujur tubuh,
Lugu dia menatap sepasang mata sinis,
Kian sadis mengiris hati krisis.
Langit terbakar dan menghitam,
Kembali melukis kelam pada setiap jejak,
Dari kaki yang kehilangan tekad diri.
Dia mengeluh pada aspal jalan dan gorong-gorong,
Yang bau dan sempit seperti pupil,
Termaktub di matanya.
Lesu raga terlelap dalam bayang-bayang,
Dahaga kemarau menyelimuti kerongkongan sakit,
Gontai dia menenun mimpi, sekadar tawa,
Membunuh lapar di tong sampah penuh sumpah serapah.
Jakarta, 2021