Ilustrasi: wallpaperbetter.com

Syair Perahu

Soleram, Soleram, Soleram anak yang manis
Anak manis janganlah dicium sayang
Kalau dicium, merahlah pipinya

Bayang-bayang fajar membelah gelap
Disapu warna yang tak lagi merah jingga
Perempuan berkerudung usang
Melepas sampan menyambut hari

Sedayung, dua dayung
Sungai Siak menggeliat dipapar angin pagi
Matahari bergairah, mencumbu air dengan kerlingan yang indah
Perempuan bersenandung ke langit biru
Sayup-sayup, ditemani tarian rasa

Soleram yang jelita
Kunci ruang jiwamu dengan tunjuk ajar yang agung
Agar mulia duniamu
Moga selamat akhiratmu

Apalah isi periuk besar
Beras ditanak menjadi nasi
Apalah isi tunjuk ajar
Isinya syara’ dan sunnah Nabi

Sampan kayu mengapung di permukaan
Takkan angkuh meski ia bertuan
Dalamnya Sungai Siak yang menghijau
Takkan goyah diterpa sanjung yang menghujung

Perempuan separuh baya
Memakai abaya bersulam tangan bermotif pucuk rebung
Soleram anak nan budiman
Terpaut sayang, buah hati seorang

Soleram diajarnya sepenuh hati
Meski tak bertahta tak berharta
Mestilah pandai membawa diri
Sebab kebaikan tetap akan bercahaya
Walau tiada yang akan terkenang

Yang hijau itu padi
Yang merah itu saga
Yang baik itu budi
Yang indah itu bahasa

Bergelar ibu tersemat padanya
Mendayung sampan jadilah usahanya
Perempuan itu persis bagai benalu di pohon kopi
Cita rasa dan aroma Sungai Siak adalah mahkota baginya

Soleram menggamit mimpi
Bangku sekolah yang tak lagi diberi cuma-cuma
Rupanya kayu sudah semakin mahal
Sebab, meranti kini telah berbuah sawit

Sebabnya hutan tiada lagi berjejer damar
Sepanjang sungai mulailah mengeruh
Budaya berladang berganti buruh
Digamit penguasa pemilik modal

Hingga pagi menjadi siang
Hingga tahun berganti dekade
Bumi bertuah punya wajah baru
Bertemankan kabut asap telah biasa

Jangan ditanya salah siapa
Nikmati saja sebagai gurauan semesta
Mulut kecil hanya punya suara kecil
Dirundung tangis takkan pernah terdengar hingga ke petinggi

Satu dua tiga dan empat
Lebaran, makan ketupat
Bila kamu dapat teman baru, sayang
Teman yang lama dilupakan jangan

Pengayuh sampan berbunga hatinya
Penumpang duduk menikmati gemericik air
Terbayang akan Soleram yang baik hati
Diajar waktu, kesendirian adalah kawan sejati

Daun sirih di dalam tepak
Sirih dimakan si gadis perawan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan

Dayung menari membelah jarak
Senyum merekah di guratan wajah sendunya
Tak ingin puteri kecilnya mengikut raja zalim
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena takut miskin

Jantung kota tak berdetak sejak semalam,
Perahu kecil pun kesepian
Korona, katanya telah mewabah
Mengurung diri dalam bilik adalah solusi

Perempuan itu menimang waktu
Menanti recehan berganti seperiuk nasi
Senja memerah, burung camar mengisyaratkan petang
Sepi
Wabah korona kian mengintai
Perempuan itu menenggang rasa
Ia tak sama dengan mereka yang perkasa
Bila tak kuasa menantang badai
Apakah rasa lapar akan segera bisa dibunuh?

Magrib menggema menutup hari
Soleram mematung, menanti sang pelipur hati
Sampan kayu bergerak dari kejauhan
Tak terlihat padanya, hati ibunya tengah menangis pilu

Batin sang ibu mencerca bayang-bayang
Dituliskannya suara hatinya pada tetes-tetes air:

Musim hujan tumbuh cendawan
Cendawan putih elok rupanya
Banyak orang mengaku pahlawan
Hanya berpihak pada kaumnya saja

Soleram menanti ibunya di sayup rindu
Dengan manisnya, ia tepis elegi
Tanah leluhurnya bagai singgasana mutiara
Mungkin saja, kesenangan telah bersanding kesewenang-wenangan

Semakin petang, semakin kelabu
Semakin dekat, hati ibu semakin kecut
Andaikan Soleram adalah puteri raja
Takkan menanggung hidup bagai diujung tombak

Terbayang wajah-wajah penguasa berjejer di pesisir sungai
Janji-janji hanya pemanis bibir
Andai bisa berhenti menghapus jejak
Pada malam yang merona ia berbisik

Kemuning di tengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri

15 KOMENTAR

  1. Memadukan larik nyanyi pun bait pantun ke tubuh sajak. Hasilnya: apik. Nuansa Melayu terasa nian. Membaca Syair Perahu, seakan benar-benar berada di atas perahu; menompangkan tubuh dan jiwa larut di arus-amuk kata.

  2. Saya salfok dengan lagu Soleram. Syair pertama tersebut sering saya nyanyikan buat pengantar tidur. Saya jarang melihat orang tua yang masih menyanyikan beragam lagu untuk anak mereka.

  3. Meski tak bertahta tak berharta
    Mestilah pandai membawa diri
    Sebab kebaikan tetap akan bercahaya
    Walau tiada yang akan terkenang

    berlabuh sejenak di Sei Dukuh, istirahat sambil menikmati sajian sate padang 🙂

  4. Wah blogger penyair nih..
    Saya gak bisa komen banyak min.. pengetahuan saya di bidang syair menyair masih dikit dan cetek min.. bagi saya Joss mantep deh biar syairnya.. saya blm bisa bikin kyk ginian soalnya.. hehehehe

  5. Lagu soleram.. Selalu aku nyanyiin untuk ponakan kalo mau tidur.. Kebetulan juga suka aku cium” sampe pipinya merah.. Yang lain diksinya juga bagus banget.. Semangat.. Terus berkarya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini