Foto : Capture Youtube

Riausastra.com – Tulisan ini diawali dengan pertanyaan, “Sejak kapan sarjana Barat melakukan Penelitian Filologi?” untuk menjawab pertanyaan tersebut akan diuraikan sejarah perkembangan filologi diawali pada masa perkembangan di Eropa. Pada awalnya, prinsip kajian filologi adalah dengan cara membaca, memperbaiki/menyalin ulang, dan mengkaji naskah.

Saat runtuhnya Kerajaan Ottoman/Turky Usmani pada abad ke-15, Bangsa Barat mulai bingung mencari akses untuk mendapatkan rempah-rempah dengan cara cepat. Dari hasil pelayaran yang dilakukan oleh Kolonial, maka mereka mendapati bahwa Nusantara kaya dengan rempah-rempah. Lalu, mereka masuk ke Nusantara dengan menggalakkan tiga misi, yaitu: gold (mencari kekayaan), gospel (menyebarkan agama Nasrani), dan glory (memperluas wilayah kekuasaan).

Pada abad ke-17, Kolonial mendapati bahwa masyarakat Nusantara menguasai bahasa Melayu dan Jawa. Maka, Kolonial berupaya menerjemahkan bibel ke dalam bahasa Melayu dan Jawa agar mudah menyebarkan agama Nasrani kepada masyarakat Nusantara.

Informasi ini juga sampai kepada para pelajar yang sedang menuntut ilmu ke Tanah Haramain. Dengan sigap, para pelajar tersebut segera menyunting dan menganalisis teks berbahasa Arab ke dan mengkonversikan kitab-kitab Hadist dan ke-Islaman ke dalam bahasa Melayu dan Jawa dengan menggunakan beberapa aksara seperti aksara Jawi, aksara Pegon, Aksara Buri, dan lain-lain.

Seorang sarjana pribumi dalam kajian pernaskahan adalah Hoesein Djajadiningrat yang menulis van de Sedjarah Banten (1913). Akan tetapi, kajian ini bukan kajian filologi karena tidak melalui prinsip-prinsip filologi. Pada beberapa kesempatan, para penulis mengkaji filologi murni.

Seiring perkembangan ilmu filologi, Andries Teeuw (1965) mengkonversikan teori sastra seperti: strukturalisme, intertekstualitas, hermeneutik, semiotik, resepsi, dll. dengan kajian filologi. Maka, gairah kajian pernaskahan mulai mengalami kebangkitan. Maka, lahirlah beberapa analisis yang diterapkan pada beberapa karya seperti: Tambo Minangkabau dan Hikayat Hang Tuah dengan menggunakan pendekatan strukturalisme, Hikayat Meukurta Alam dengan menggunakan pendekatan resepsi, Menyoal Wahdatul Wujud dengan menggunakan pendekatan intertekstual oleh Prof. Oman Fathurrahman, dll.

Oleh sebab itu, terdapat tiga tipologi penelitian pernaskahan, yaitu:

  • Filologi murni: kegiatan membaca, menyunting, dan menyalin naskah.
  • Filologi plus: konstekstualisasi dengan berbagai disiplin ilmu.
  • Non filologi: menganalisis teks tanpa melakukan kegiatan menyunting dan menyalin naskah meskipun tetap melibatkan manuskrip.

Link Youtube :

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini