Perempuan Bersarung Sejengkal
Ini bukan tentang sebuah elegi yang datang bersama kekerasan masa
Ini tentang sebuah elegi yang diundang bersama gairah yang diingini
Jika elegi adalah cermin air mata dan rasa sakit
Tapi, yang kudapati pada malam ini hanya senyuman ramah yang menggoda
Tanpa beban setitik apapun
Perempuan bersarung mini menaiki kereta malam
Berlenggak-lenggok, membiarkan roknya tersingkap
Ia lepaskan kaki jenjangnya terbuka lebar untuk semua pandangan
Ia biarkan lukisan di dadanya menginspirasi pikiran kotor banyak orang
Ia bersuara, melemah bagai semilir angin yang membunuh hasrat
Malam kian mencekam
Tak peduli tubuh indahnya digurau sembarang mulut
Ia bahagia telah mampu menarik hati
Tak peduli, ia telah meracuni hati dan semesta
Malam telah dibungkus hujan
Wanita itu tampak tak butuh selimut
Santai..
Sepertinya malam sudah salah jika masih mengira ia perempuan sejati
Aku melepas resah dan membunuh jiwa keperempuananku
Bibirku, mataku, hatiku terkunci mati
Hanya segaris doa untuk anak perempuanku
Terjaga iman dan akhlaknya
Perempuan bersarung sejengkal, besar di tanah yang menjunjung syariat
Sepertinya, syariat terlambat untuk menyentuhnya