Riausastra.com – Alangkah nikmatnya menyambut pagi yang basah ditemani dengan secangkir kopi panas. Aromanya yang khas, mampu memikat hati siapa saja sehingga orang-orang betah berlama-lama untuk sekadar menikmatinya. Rasa pahitnya yang pekat bisa diimbangi dengan rasa manis dari gula. Sebagian orang mengatakan bahwa menikmati aroma kopi ibarat terapi jiwa.

Kopi hujan pagi akan terasa bermakna. Ditambah juga bila ditemani sang sandaran hati. Obrolan apa saja bisa terasa renyah. Apalagi ditingkahi dengan gemericik air yang jatuh dari tempiasan atap.

Tapi, jangan harap tersedia secangkir kopi saat hujan di pagi seperti ini. Jangankan secangkir kopi, bisa meneguk sebotol air mineral sudah sebuah anugerah.

Terbayang pesan ibuku di setiap hendak melakukan perjalanan. “Jangan lupa bawa bekal banyak-banyak!” Ucapnya dengan bersemangat. Jika jadwal keberangkatan berawal dari rumah ibuku, sudah pasti ia akan bersibuk-sibuk ria di dapur untuk menyiapkan bekal yang dibawa dalam perjalanan. Dengan cerewetnya, ibuku selalu mengingatkan bahwa tidak ada yang tahu kondisi sebuah perjalanan. Jika perjalanan mendapat hambatan, sudah barang tentu bahwa makanan dan minuman persediaan adalah hal prioritas.

Duh, aku jadi merindukan ibuku dengan semua kebaikannya, perhatiannya, nasihatnya, juga cerewetnya. Semoga ibuku selalu bahagia karena ia tak pernah letih memberikan kebahagiaan buatku dan buat orang banyak. Perkenankan ya Allah.

Perjalanan malam Padang-Pekanbaru yang kutempuh, baru sampai pada Kelok Tujuh Belas. Tidak begitu jauh dari Kelok Sembilan. Semua kendaraan mengantri panjang hingga ke Lubuk Bangku. Sudah tujuh jam berada di tengah hutan seperti ini. Menurut kabar yang beredar, longsor terjadi pukul sebelas tadi malam dan longsor kembali terjadi lagi pagi ini. Subhanallah.

Suasana hutan yang masih asri bisa juga longsor saat pepohonan tidak mampu menahan air tanah. Kapasitas hujan yang turun beberapa hari ini lebih besar dibandingkan jumlah pepohonan yang harus menjadi penyanggah air tanah. Terbayang saat kebakaran dan pembakaran hutan yang berulang kali terjadi di Provinsi Riau. Bahaya asap yang memenuhi paru-paru berlangsung berbulan-bulan lamanya. Belum lagi para satwa yang harus mati terbakar bersama pepohonan membuat ekosistem hayati mulai rusak parah. Sudah pasti, istilah pepatah yang berbunyi, “Jagalah alam, alam akan menjaga kita” akan berbalik makna yaitu “alam yang dirusak, maka alam akan merusak semua”.
Tidak heran jika bencana demi bencana silih berganti.

Sebuah ambulan melintas menuju lokasi titik longsor. Dari berita yang tersiar, ada beberapa mobil yang tertimbun longsor. Semua orang yang berada dalam penantian panjang di jalanan ini berharap semua akan baik-baik saja dan bisa segera sampai ke tujuan masing-masing.

Suara air mengalir dari balik bukit mengisi kesunyian pagi. Belum lagi suara jeritan-jeritan satwa dari balik hutan. Ditambah pula kicauan burung yang membuat hati cukup tenang.

Ambulan yang melintas tadi kembali meraung-raung sambil membawa pasien. Rasa di hati semakin tak karuan.
Ya Allah, lindungilah kami.
Truk yang membawa ayam broiler melaju kencang meninggalkan deretan panjang kendaraan yang antri. Begitu juga mobil barang yang membawa ikan-ikan segar yang masih hidup dalam bungkus-bungkus plastik kaca. Kedua supir itu sudah pasti menyimpan rasa yang tak karuan dalam dadanya. Jika ikut antrian, sudah pasti ekspedisi ayam dan ikan mas yang mereka bawa, dalam hitungan jam akan mati serentak. Perusahaan pemasok akan mengalami kerugian. Bisa jadi, harga ayam dan ikan mas hari ini di Kota Pekanbaru akan naik drastis.

Beginilah liku-liku kehidupan. Rencana tidak selalu sesuai dengan harapan. Apapun yang terjadi, Allah Maha Tahu yang terbaik buat hamba-Nya. Tetap berpikir positif pada semua takdir baik dan takdir buruk dari-Nya.

Dalam suasana genting seperti ini, ada saja ulah kreatif dari seseorang. Seperti saat ini, sebuah minibus berwarna merah yang bagasi belakangnya sengaja dibiarkan terbuka, ternyata di dalam mobil kecil itu penuh dengan roti-roti bolu dalam kemasan dengan berbagai varian rasa. Pemilik mobil mengedarkan dagangannya dari satu mobil ke mobil lain hingga hampir ludes.
Begitulah perjalanan rezeki. Ada masanya rezeki setiap orang Allah sempitkan. Ada juga masanya rezeki setiap orang Allah lapangkan. Apapun itu, Allah pasti tahu kadar kebutuhan hamba-Nya dan yang terbaik buat hamba-Nya. Tugas kita hanyalah fokus memperbaiki diri dan memperbanyak sabar dan syukur agar semua kesulitan berubah menjadi kenikmatan dan semua kenikmatan akan terasa semakin nikmat.

Dalam kondisi darurat seperti ini, maka keberadaan toilet sangat dibutuhkan. Alhamdulillah dengan berjalan kaki menuju tikungan atas, terdapat sebuah toilet darurat milik sebuah bengkel di tengah hutan ini. Keberadaan toilet ini juga sebuah anugerah. Daripada harus memenuhi “panggilan alam” di alam terbuka, maka bisa memenuhi “panggilan alam” di dalam toilet yang kondisinya cukup pas-pasan adalah sebuah nikmat yang tak terkatakan. Masya Allah.

Hujan pagi masih menyisakan gerimis. Rasa rindu pada mereka yang menunggu di rumah pun semakin membuncah. Tak hanya kopi yang tak melengkapi pagiku hari ini. Tapi juga rengekan si kecil dan kerempongan mempersiapkan anak-anak yang akan berangkat menuntut ilmu. Ah, aku jadi rindu.

Supir travel bercerita tentang pengalaman yang dia rasakan beberapa bulan lalu dengan kondisi kejadian yang sama, yaitu longsor. Saat itu, tidak hanya longsor, bahkan diikuti dengan banjir besar. Maka, seluruh kendaraan bisa melewati titik kejadian sekitar dua hari. Beberapa penumpang yang memilih berjalan kaki mencari kendaraan baru dengan cara melewati lokasi kejadian dengan cara berjalan kaki hingga dua kilometer. Ada juga yang memilih bertahan. Seperti anak-anak remaja yang berencana akan pergi kemping, akhirnya mereka kemping di tepi hutan dan jalan raya. Seorang pemilik mobil pick up yang membawa buah durian, akhirnya membagi-bagikan buah durian pada semua yang mengantri di jalan raya tersebut. Begitu juga mobil yang membawa ayam potong. Siap membagi-bagikan ayam potong bagi siapa saja yang mau. Akan tetapi, tidak seorang pun yang mengambil ayam potong karena tidak ada perkengkapan untuk memasak dan mengolahnya. Akhirnya sang sopir truk pembawa ayam pun pasrah karena ayam-ayam potong yang dibawanya akan mati sebelum tiba di tempat tujuan.

Begitulah sebuah perjalanan. Adakalanya kita merasa nyaman dengan yang kita miliki. Ada kalanya kita selalu merasa kurang dengan yang sudah kita miliki. Namun, ada kalanya hal yang berharga tidak bisa kita nikmati dan kita miliki karena mengingat barang berharga tersebut tidak sedang kita butuhkan. Ada kebutuhan lain yang lebih mendesak dibandingkan barang berharga tersebut.

Kopi hujan pagi memang selalu nikmat untuk diseruput sedikit demi sedikit. Aromanya yang menggoda akan selalu memberi kesan bagi yang menikmatinya. Pagi ini, kopi tidak ada. Hujan pun sudah reda. Bahkan pagi sudah mulai beranjak siang. Semoga hari ini terlewati dengan indah. Bismillah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini