Mata yang Bicara
Siluet senja menari-nari di kelopak mata indahmu
Menggelorakan tarian luka yang mengisi kekosongan harapan
Sesekali batinmu ikut berteriak
“Tatap aku dalam-dalam, dan rasakanlah getaran nuranimu!” Ucapmu kala itu
Bibir yang mengunci tangisan
Tak lagi menyisakan pelangi yang berwarna
Semua telah sirna
Dilalukan angin sepoi-sepoi yang menyentuh kulit pemilik peradaban
Hingga semua lupa, tentang mata yang bicara dalam senyap
Teriakan keputus-asaan tiada tara berkecamuk dalam dada
Ayah ibumu marah pada jiwa-jiwa yang mudah merapuh
“Sebab, Kita adalah insan pilihan,” lantang suara mereka memekik, mengutuk zalimnya kaum Zionis
Matamu yang basah, airnya ikut keruh
Kau usap dengan manis agar kokoh kembali pondasi negeri Palestin
Tiada lagi engkau sisakan rasa kehilangan
Penindasan itu terlalu lama menggenggam sunyi
Hanya Al-Quds yang tetap berdiri
Menampung resah yang tak mampu disudahi
Kubiarkan saja matamu dan mata mereka bicara
Agar sinarnya tetap merekah, memancarkan cahaya kerinduan pada hati-hati yang mengerti rasa