Riausastra.com – Setiap anak lahir dari rahim seorang ibu setelah sang ibu melewati masa-masa sulit saat mengandung hingga melahirkan. Setelah itu, perjuangan sang ibu berlanjut pada upaya membesarkan anaknya dengan sebuah beban berat, yaitu “mendidiknya”.
Setiap ibu yang mencintai dengan sepenuh hati tidak akan pernah meminta balasan berupa materi pada anaknya. Ia hanya berharap prestasi yang dimiliki anaknya adalah tumbuh menjadi anak yang soleh. Bagi sebagian ibu, itu saja sudah cukup karena ibu tidak sedang mendambakan kehidupan yang gemilang di dunia. Tapi, kehidupan yang abadi bersama anak dan pasangan hidupnya di syurga.
Jika mengingat ketulusan seorang ibu, aku mengingat ibuku yang jauh di kota lain. Ia tak ubahnya bidadari yang menyalakan seberkas cahaya di hatiku. Dengan cahaya itu, aku belajar tentang makna dan hakikat kehidupan. Terima kasih ibuku, wanita istimewa yang tak pernah letih mencintaiku.
Di balik ketegaran seorang ibu, jiwanya tetap saja rapuh. Lalu, pasangannya lah yang akan mengokohkan langkahnya, membuatnya berani menatap masa depan, dan menitipkan kasih sayang dalam hidupnya. Jika kehadiran seorang pasangan hidup hanya sebatas pada pemenuhan nafkah, maka tidak diragukan lagi akan tumbuh mekarnya keluarga-keluarga yang haus akan perhatian. Oleh karena itu, sosok suami sekaligus menjadi ayah, harus senantiasa hadir dalam jiwa anak-anaknya dan menjadi sandaran hati buat istrinya.
Penting sekali mengembalikan fitrah sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam keluarga. Jika tidak dari sekarang, kapan lagi?
Untuk para ibu yang tiada memiliki pasangan dalam hidupnya, berjuanglah. Sejatinya, para ibu tersebut tidak benar-benar dalam kesendirian jika senantiasa selalu melibatkan Allah dalam setiap urusannya. Semoga selalu kuat dan mampu menguatkan anak-anaknya.
Bagaimana pula dengan para ibu yang belum memiliki keturunan? Jangan bersedih. Di balik setiap rencana Allah tidak ada yang sia-sia. Jika para ibu tersebut menyaksikan ibu-ibu lain yang sedang berjuang mendidik anaknya, sesungguhnya mereka juga sedang berjuang mengokohkan rasa sabarnya. Semua pasti tahu bahwa ganjaran kesabaran adalah syurga yang hakiki.
Sebuah syair lagu tertulis “harta yang paling berharga adalah keluarga. Puisi yang paling indah adalah keluarga”.
Dalam sekali pesan moral yang tersirat dari bait lagu tersebut. Sudah pasti, semua orang akan mendambakan keluarga yang bahagia. Jika tidak kita temukan bahagia dalam keluarga yang kita bina, semoga kesabaran cukup menggantikan posisi bahagia dalam jiwa kita.
Lilin-lilin kecil dalam setiap keluarga adalah setiap anggota keluarga. Bisa saja suami. Bisa juga istri. Bisa juga anak-anak. Mengapa? Sebab, setiap orang punya potensi menjadi lilin-lilin kecil yang memberi seberkas cahaya di tengah kegelapan. Oleh sebab itu, kita tidak perlu menangisi kekurangan kita. Kita tidak perlu menyesali takdir hidup kita. Kita tidak perlu menatap suram masa depan kita. Jika seberkas cahaya lilin kecil telah kita nyalakan di tengah kegelapan hidup kita, percayalah, dengan seberkas cahaya itu akan kita temui hal-hal berarti yang tidak tampak sebelumnya.
Biarkan lilin-lilin kecil itu tetap menyala. Sampai tiba saatnya cahayanya redup berganti dengan cahaya yang lebih terang.