Riausastra.com – Abi.. Kak Rara ingin menuliskan sebuah surat buat Abi. Abi pasti bingung dengan apa Kak Rara mengisi lembaran kertas bergaris itu. Abi pasti tau, Kak Rara belum bisa menulis. Kak Rara hanya mengenal hurufnya saja, tapi tidak tahu cara menggabungkannya hingga menjadi jalinan kata dan menghasilkan makna. Kak Rara hanya mahir menuliskan namanya saja, yaitu RARA. Kadang-kadang sering juga letak hurufnya terbolak-balik sehingga menjadi ARAR. Sudah pasti, Bang Fatih akan terpingkal-pingkal saat melihat susunan hurufnya tidak tepat. Spontan saja Kakak langsung merengut dan merajuk diejek oleh Bang Fatih.
Tapi, malam itu beda.
Ada keinginan kuat yang lahir dari hati Kakak untuk menuliskan sebuah surat untuk Abi. Dengan penuh rahasia, Kakak meminta Abi menyebutkan huruf demi huruf yang akan membentuk kata ABI. Akhirnya berhasil. Lalu, Kakak dengan sepenuh hati menggoreskan tinta pena ini di atas kertas. Dengan segenap rasa percaya diri, Kakak mengisi surat ini, melipatnya, lalu memasukkannya ke dalam amplop putih besar. Bagaimana tidak, Kakak hanya mengenal amplop surat resmi itu. Kakak tidak kenal lagi kertas surat warna-warni dengan berbagai corak dan gambar, lalu disertai dengan aroma wangi pada kertas surat itu.
Masa berkirim surat sudah berlalu. Masa mengutarakan isi hati lewat tulisan yang bersifat rahasia dan penuh romantisme lewat kertas surat, sudah lama ditinggalkan oleh waktu. Meskipun masih banyak surat dari sahabat pena Ummi yang masih tersimpan rapi di dalam lemari. Surat-surat itu hanya tinggal cerita dan kenangan. Masa telah benar-benar berganti.

Lalu, surat Kak Rara yang ia ciptakan malam itu, bukanlah sebuah surat biasa dengan kesan biasa. Kertasnya boleh saja usang. Tak ada warna-warni dan aroma mewangi di sana. Tetapi, keinginan Kak Rara untuk mengutarakan isi hatinya lewat tulisan adalah sebuah prestasi.
Kak Rara mengatakan di dalam surat itu, “Abi”. Namun, disamping kata Abi, Kak Rara membubuhi gambar hati dan sebuah gambar bunga, lengkap dengan potnya.
Jika tidak berlebihan, Kak Rara pasti ingin mengatakan bahwa Kak Rara mencintai Abi. Kak Rara telah menyerahkan hatinya untuk Abi. Sebuah hati kecil yang masih polos. Di dalam hati itu hanya ada kebahagiaan dan cinta. Lalu, siapakah yang membuatnya merasa bahagia dan jatuh cinta? Ternyata sosok Abi.
Setelah hati yang indah, Kak Rara menambahkan gambar sebuah bunga yang sedang mekar, berdiri kokoh di atas tangkainya, dan terpaut di dalam pot agar senantiasa terjaga dan mudah dipindahtempatkan.
Tidak mudah menerjemahkan isi sebuah hati. Namun, setangkai bunga yang mekar adalah ekspresi jiwa dari Kak Rara. Kak Rara pasti ingin menjadi bunga yang mekar itu. Dengan kelopaknya yang indah, Kak Rara ingin selalu memberikan kebahagiaan di setiap Abi melihatnya. Kak Rara ingin berdiri kokoh tanpa harus selalu merepotkan Abi. Bahkan Kak Rara ingin menyampaikan bahwa dirinya siap dibimbing dan diarahkan oleh Abi sebagai pahlawan yang akan selalu menjaganya dengan segenap jiwa.
Bagaimana perasaan Abi saat menerima surat cinta dari Kak Rara? Kak Rara sudah mulai tumbuh menjadi anak-anak yang tak kanak-kanak lagi. Ibarat sebuah gelas kaca yang kosong, Abi lah yang akan mengisinya sesuai dengan harapan-harapan Abi. Gelas kaca yang kosong akan menjelma dan menunjukkan warnanya sesuai dengan isi yang dia terima. Lantas isi yang diterima itu jugalah yang akan Kak Rara berikan pada orang lain di kemudian hari. Semestinya, dari sekaranglah kesempatan Abi mengisi kekosongan itu dengan warna-warna yang berfaedah dan diiringi dengan ridho-Nya.

Abi..
Ceritakanlah pada Kak Rara bahwa Abi bangga padanya. Kak Rara adalah amanah dari Allah yang harus dididik sepenuh hati. Meskipun kelak Kak Rara tak selalu sesuai dengan harapan-harapan Abi, Abi harus memastikan bahwa Kak Rara selalu berada dalam koridor keimanan yang kokoh pada-Nya.
Kata Kak Rara dalam suratnya, “Kak Rara mencintai Abi dengan bahagia”.
Selamat Hari Ayah, buat Abi tercinta ♥🌹