Foto: net

Riausastra.com – Bersama kerendahan hatiku, kurangkai sebait kata demi kata di hari nan mendung ini. Ingin rasanya menulis setiap kalimat layaknya seorang kuli tinta profesional. Aku juga berharap bisa menuliskan beberapa syair indah sehebat karya-karya fenomenal para pujangga. Namun, diriku bukanlah seorang sastrawan. Bukan pula seorang penulis handal. Hanya seorang penulis amatiran yang mendamba menjadi professional dengan karya-karyaku yang terlahir dari ide-ide sederhana dan belajar sebisa mungkin untuk mengolahnya menjadi ide-ide yang kreatif.

Di dunia ini, banyak kutemui inspirasi-inspirasi hebat. Kaca yang berdebu, bintang yang mengerling sempurna lalu jatuh ke bumi, bunga bangkai sebagai ikon kelangkaan pribadi, dunia maya yang menampung separuh isi dunia, cinta tak bernama meski harus dipoligami, dan berbagai macam ide-ide hebat lainnya yang mampu menyita perhatian. Akan tetapi, detik yang berharga ini menjadi wadah terbaik yang memberi ruang dan waktu untukku menuliskan sebuah catatan istimewa untuk seseorang yang sangat istimewa pula, di hatiku.

Sebelas bulan yang lalu, lelaki itu lahir dari rahimku. Suaranya menggema mengisi seluruh ruangan Rumah Bersalin Insani yang terletak di Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru, tepatnya di tanggal 18 April 2011. Lelaki istimewa yang aku dan suamiku beri nama Fatih, lengkapnya Fatih Azhar Gultom, merupakan buah cinta antara aku dan suamiku dari pernikahan barakah kami pada Ahad, 27 Juni 2010 di sebuah kota kecil di Tanah Sumatera Utara, yaitu Kota Padangsidimpuan.

Fatih terlahir ke dunia pada usia kandunganku yang sampai pada bilangan 9 bulan 3 hari. Selama mengandungnya, banyak hal tak terduga dalam hidupku dan suamiku. Dua minggu menikah, rasa pusing, mual, dan meriang senantiasa menemani hari-hariku. Sesibuk apapun aktivitas yang kulakukan, tetap saja rasa mual dan pusing itu menghampiri dan sangat menyita konsentrasiku. Awalnya aku bingung dengan kondisi kesehatanku yang sangat labil. Hampir tidak pernah kurasakan hal seperti ini sebelumnya. Hingga keanehan ini mengantarkan diri ini dan suamiku menuju sebuah klinik di kota tempat aku dan suamiku berdomisili, di Kota Bertuah, Pekanbaru.

Mendengar keluhan-keluhanku, sang paramedis langsung memvonis bahwa sakitku adalah sakit yang istimewa. Ya, ternyata aku sudah hamil di awal semester pertama. Rasa mual, meriang, pusing, serta uring-uringan adalah keluhan normal di saat usia kehamilan muda yang diakibatkan oleh meningkatnya hormon tubuh yang menjadikan seluruh tubuh mengalami perubahan pada system hormonal lainnya. Oleh karena itu, keluhan-keluhan yang kualami memberi pertanda baik bahwa sebentar lagi Allah akan memberikan karunia bagiku sebagai wanita sempurna karena kelak akan sempurnalah peranku sebagai istri dan sebagai ibu.

Subhanallah…

Sakit nian, namun akan tetap kunikmati rasa sakit ini demi mendapatkan calon sang buah hatiku. Muntah, demam tinggi, tidak nafsu makan, telah aku lalui selama 4 bulan di awal kehamilan. Masya Allah, sebuah perjuangan yang tidak gampang. Aku harus merelakan tubuhku terbaring lemah dengan keluhan sakit yang silih berganti. Aku harus membiarkan suamiku mengambil alih semua peranku untuk membenahi rumah dan dapur. Dengan sabar, lelaki itu merawatku dengan sejuta motivasi-motivasi indahnya. Sungguh, tak jarang air mataku menetes. Antara haru dan sedih menahankan sakit. Barulah kusadari bahwa aku yang dulu di masa gadis adalah seorang aktivis, berjuang memanagemen antara waktu kuliah, istirahat, organisasi dakwah, serta pekerjaan. Setiap detik bagiku adalah akitivitas. Dan orang-orang barang kali sempat  menganggapku hebat seperti halnya rekan-rekan seperjuanganku dulu. Tapi, hari ini jiwa perfectionist seorang aktivis dakwah telah lenyap hanya karena sakit yang kurasakan. Aku menangis. Ternyata aku hanyalah seorang wanita manja.

Usia kehamilanku telah memasuki usia tiga bulan. Aku dan suamiku berinisiaif untuk melakukan USG (Ultra Sonografi) sebagai bukti ketidaksabaran kami menanti kehadiran sang calon buah hati. Alhamdulillah, sampai usia kandungan 9 bulan, kondisi janin dalam rahimku sehat, serta air ketuban yang masih cukup. Namun, rasa sedih itu tak mampu aku dan suamiku sembunyikan. Saat mendengar detak jantungnya yang berirama teratur, rasanya ada rasa tak percaya dalam benak ini. Dokter Sri Wahyuni, Sp.O.G. memvonis bahwa bayiku selalu berada pada posisi sungsang, yaitu letak kepala tidak beada di antara panggul sebagaimana semestinya. Lantas, rencana operasi berulang-ulang disampaikan oleh bu dokter sebagai langkah awal untuk proses partus nantinya.

Deg-degan bercampur sedih menguasai batin ini. Terlalu sadis rasanya untuk memulai partus perdana dengan cara operasi/sesar. Tak berhenti berharap, begitulah hari-hariku dan suamiku. Seiring berjalannya waktu, masa itu pun tiba.

“Allahu akbar… Allahu akbar…!” gema adzan shubuh menyadarkanku dari tidurku. Segera kaki ini beranjak menuju kamar mandi untuk segera mengambil wudu’ dan melaksanakan salat shubuh di tengah kesyahduan pagi. Namun, aku dikejutkan oleh merembesnya cairan bening dari dalam rahimku. Segera kutelpon wanita terhebat yang selalu membimbingku, mencintaiku, dan mengajarkanku banyak hal, dialah ibuku. Lantas, dari kejauhan  wanita separuh baya itu menyatakan bahwa cairan tersebut adalah pertanda akan adanya kelahiran. Dengan rasa was-was dan harap-harap cemas, aku bersama suamiku menuju rumah bersalin tempat selama ini kami lakukan chek up berulang-ulang.

Sampai pukul 10.00 WIB, ternyata tak sedikitpun rasa sakit menyertai proses kelahiran buah hatiku. Lantas, para bidan memutuskan untuk diinduksi saja, yaitu proses kelahiran dibantu dengan rangsangan infuse untuk memberikan rasa sakit buatan. Karena tanpa rasa sakit tersebut, dinding rahim tidak akan berkontraksi.

Akhirnya proses itu aku jalani sempurna. Meradang kesakitan sejak pukul 10.00 WIB sampai pukul 20.35 WIB. Merasakan setiap kontraksi dan bukaan-bukaan mulut rahim membuatku merasa seolah-olah dikuliti hidup-hidup. Dalam benakku hanya ada gerbang kematian yang semakin dekat. Meski ramai orang di sekelilingku terlebih suamiku sendiri yang mendekap tubuhku erat dan sejuta kata-kata motivasinya, namun semua terasa hampa karena rasa sakit yang semakin menjadi-jadi. Ayah-ibuku bolak-balik menelepon untuk sekadar menanyakan kabar dan memberi semangat untukku yang sedang merasakan ahnan ala wahnin (lemah yang bertambah-tambah) seperti halnya yang Allah firmankan dalam Al-Quran. Dan…tangisannya menyejukkan jiwaku dan meluruhkan rasa sakit yang ada. Pangeran kecilku itupun terlahir ke dunia dengan berat badan 3,4 kg.

Subhanallah, bahagiaku dan suamiku pun terasa kian sempurna…

Maha besar Allah dengan segala Kuasa-Nya.

Hari ini, dengan  izin Allah SWT pangeran kecilku itu telah tumbuh menjadi batita cerdas, ganteng, ceria, serta semoga menjadi anak yang soleh yang mampu menyolehkan diri sendiri dan orang lain.

Memasuki usia 4 bulan, bayiku telah mampu telungkup dan mulai mengenali diriku dan suamiku. Subhanallah, sungguh menggemaskan pipi tembemnya…

Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati agar kita bersyukur…

Di usia 6 bulan, permata hati yang kami panggil Fatih telah menunjukkan adanya tanda-tanda kebesaran dan kemuliaan Allah yang Allah titipkan padanya.

Mmmme.. Abe.. mam.. nen..,” suaranya sangat menggemaskan. Begitulah ia memanggil aku dan ayahnya dengan sapaan ummi dan abi meski belum terdengar sempurna sambil ia tunjukkan gigi barunya yang sudah nongol.

Hari berganti bagai dedaunan yang tumbuh dan gugur silih berganti. Andai ingin mengulang setiap waktu yang berlalu, namun tidak akan mungkin. Sebab, masa lalu adalah episode yang paling jauh dari kehidupan manusia.

Kujalani hari-hariku bak menapaki jalanan panjang dan berliku. Segenap ujian dan kenikmatan, menyatu bagai puzzle yang siap dirangkai sesuai susunannya. Letih bersanding bahagia kerap kali hadir dalam kesibukan rutinitas keluarga kecilku. “Ya, sudahlah…” kata itu lebih mampu menjadi motivasi daripada harus menangisi setiap kekuarangan hidup yang telah kubina bersama suamiku, ayah dari anakku, hampir genap selama setahun 9 bulan ini. Apapun elegi masa yang menghampiri, bagiku segalanya adalah sarana tarbiyah untuk pembinaan diri menjadi insan terbaik meski tanpa harus disertai dengan sertifikat dan ijazah kelulusan sekalipun. Karena rumah tangga adalah sekolah kehidupan tanpa guru, namun setiap detik harus melalui uji demi uji untuk meraih predikat taqwa di sisi-Nya. Semoga…

18 April 2012

KUTULIS ATAS NAMA CINTA…

Assalamu’alaikum mujahid kecilku..

Hari ini, usiamu genap 1 tahun, sayang. Ingin rasanya kuberi yang indah-indah dari seluruh isi jagad raya ini untukmu sebagai kado kecil dariku. Tapi sayang, aku, engkau, juga, ayahmu, hanya numpang di buminya Allah SWT ini. Sehingga kuputuskan, kupinta rahmat dan karunia-Nya saja agar selalu menyertaimu sebagai kado termahal dariku.

Buah hatiku…

Menemani hari-harimu mulai dari engkau membuka mata, menangis, telungkup, duduk, merangkak, sampai engkau mulai tertatih untuk belajar berjalan, tak mampu kulukiskan dalam sketsa kata-kata. Karena, setiap proses yang kau lalui, sayang, sungguh menyita waktuku, senyumku, tawa geliku, dan juga tangisku, bersama abimu. Terlalu banyak hal unik yang engkau tunjukkan pada kami. Entahlah, bagi kami, engkau adalah sosok luar biasa yang mampu menyejukkan jiwa ini.

Anandaku tercinta..

Jika engkau lapar, engkau akan mengatakannya dengan jujur,”mam…,”katamu diringi tatapan penuh makna. Sebisa mungkin, aku dan abimu akan berusaha menjadi pribadi terbaik dalam membimbing dan menyayangimu. Aku bernyanyi, maka suara indahmu akan mengikuti syair laguku dengan tarian yang engkau ciptakan sendiri. Oh sungguh sayang, kami tidak salah menyebutmu sebagai sosok yang luar biasa dan sangat istimewa di hati kami.

Fatih Azhar Gultom, begitulah nama indahmu kami berikan. Besar harapan kami agar kelak dirimu menjadi pejuang yang senantiasa dirindukan oleh syurga. Begitu jua rindu kami yang tiada bertepi bila seharian tak bersama dirimu, sayang. Semoga engkau maklum, kami menitipkanmu sejak pagi hingga sore hari, bukan berarti kami tak selalu ingin ada untukmu. Menemanimu, membelaimu, serta memanjakanmu tanpa batas waktu. Namun, karena keterbatasan kami dan karena besarnya impian-impian kami, kami terpaksa harus merelakanmu tak bersama kami seharian penuh. Sungguh, ummi dan abimu sedang mencari nafkah penghidupan buat keluarga kecil kita. Semoga ananda maklum ya sayang…

Buah hatiku…

Kusematkan foto indah di bawah ini untuk slalu kupandangi wajah teduhmu dan senyum manismu yang membuatku semakin merindumu..

Lihatlah sayang… betapa miripnya wajahmu dengan wajah abimu. Aku berharap semoga semangat dakwahmu bisa seperti semangat abimu. Kamu tau tidak sayang, abimu itu sangat cerewet! Ya, beliau tidak akan berhenti berceloteh bila ummi sedang malas-malasan untuk ibadah dan saat ummi tidak semangat untuk menulis. Meski cerewet, tetapi aku suka. Hehehe.. Beliau memang lelaki tangguh dan istimewa, seistimewa dirimu. Ach…bicara soal dirimu dan abimu memang tidak ada habis-habisnya. Kalian terlalu asyik untuk masuk ke dalam inspirasiku dan membuatku tak pernah bosan bercerita tentang kalian. Semoga kalian tetap solid selamanya hingga ke syurga. Dan satu hal, kalian jangan pernah kalian lupakan aku…

Meski pribadi ibu sejati tak mampu menjadi pribadiku, aku hanya ingin kalian membimbingku dalam cinta karena aku masih butuh belajar menata diri dan menata hati.

Mujahid kecilku..

Met milad barakah ya sayang…

Semoga kelak dirimu menjadi pemuda dambaan ummat. I love you so much because of Allah…

                        =======***======

Yang tulus dari dasar jiwaku, untukmu sayang…

Ibumu, Listi Mora Rangkuti,S.S.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini