Riausastra.com – Ada banyak motif yang menyebabkan seseorang memilih hijrah. Sebagaimana makna hijrah adalah berpindah dari satu tempat menuju tempat baru dengan harapan bisa menjadi pribadi yang lebih baik serta mendapatkan tempat yang lebih tepat dan nyaman untuk melakukan perbaikan diri.
Dalam Hadist Arbain kedua, Rasulullah SAW mengemukakan tentang hijrah yang tidak terlepas dari niat. Sebagaimana dalam kutipan berikut, “Barangsiapa hijrah karena dunia dan wanita yang ingin dinikahi, maka dia akan mendapatkan dunia dan wanita tersebut. Namun, apabila hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka dia akan mendapatkan segalanya.”
Dari kutipan hadist di atas, Allah dan Rasul telah menerjemahkan makna hijrah yang didasari oleh niat di dalam hati. Seseorang yang hijrah hanya untuk mendapatkan kehidupan duniawi, maka kesenangan dunia itu akan diperolehnya sesuai dengan yang ia niatkan. Demikian juga hijrahnya seorang lelaki. Jika hanya niatnya demi menikahi seorang wanita, maka lelaki tersebut hanya mendapatkan wanita impiannya tersebut. Tidak lebih.
Teramat sempit sekali jika motif seseorang berhijrah karena hal yang bersifat duniawi, misalnya untuk mendapatkan cinta manusia, mendapat ketenaran, mendapat tempat yang lebih nyaman, memperoleh jabatan, dll. Ketika niat hijrah hanya mendapatkan hal demikian, maka ketika ia mendapatkan hal-hal tersebut, dia akan merasa bahagia. Namun, apabila niat tersebut tidak ia dapatkan, lalu yang tersisa hanyalah kekecewaan. Sejatinya mendambakan dunia adalah laksana meminum air laut. Semakin diminum akan terasa semakin haus.
Lalu, Allah menegaskan kembali dalam kutipan hadist berikutnya bahwa jika seseorang hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka seseorang tersebut akan mendapatkan segalanya. Makna segalanya adalah memperoleh cinta Allah dan Rasul. Jika Allah telah menganugerahi cinta-Nya di dalam hati seseorang, maka seseorang tersebut pasti akan merasa tenang dan merasa cukup. Nikmat ini Allah sebut dengan “muthmainnatul kulub” atau ketenangan hati. Dari hati yang tenang, akan lahirlah rasa bahagia dan rasa syukur. Meskipun keinginan duniawi tidak Allah ijabah sesuai keinginan makhluk-Nya, tapi seseorang yang hijrahnya karena Allah dan Rasul, tidak akan merasa kecewa. Justru akan semakin merasa bersyukur bahwa ketentuan Allah adalah yang terbaik. Masya Allah
Yang menjadi motif saya dalam berhijrah adalah mendapatkan nikmat termahal, yaitu cinta hakiki dari Sang Maha Cinta dan dari kekasih-Nya (Rasulullah SAW).
Sekalipun diri ini sangat tidak layak karena banyaknya dosa-dosa masa lalu, namun diri yang lemah lagi hina ini berusaha untuk memantaskan diri agar mendapatkan cinta-Nya.
Perkenankan ya Rabb..
Oleh karena itu, agar niat selaras dengan realisasi, maka saya akan berusaha melakukan tiga hal berikut ini:
1. Menuntut ilmu dalam majelis ilmu, baik ilmu yang diperoleh dalam kajian rutin serta ilmu yang diperoleh secara daring seperti membuka chanel dari ulama-ulama terbaik kita, seperti Ustadz Abdul Somad, Ustadz Hanan Attaki, dll.
2. Menyambung tali silaturahim dan beramal jamai.
Memasuki syurganya Allah adalah dengan cara berbondong-bondong. Jika seseorang yang Allah izinkan mendapatkan syurga, maka Allah akan meminta pada orang tersebut untuk menyebutkan nama saudara-saudaranya seiman untuk bersama-sama merasakan nikmat syurga. Inilah keutamaan beramal jamai. Analoginya adalah bagai dedaunan. Jika hanya sehelai, maka daun tidaklah berarti apa-apa. Jika dedaunan tumbuh subur dengan jumlah yang sangat banyak, maka akan menghasilkan oksigen serta energi yang dibutuhkan oleh sebatang pohon untuk bisa bertahan hidup, menghasilkan bunga, juga buah-buahan karena stomata yang notabenenya sebagai pemasak makanan buat tumbuhan, letaknya di daun.
Dengan rimbunnya dedaunan, maka akan terasa sejuk dan teduh. Jika sehelai daun, biasanya akan diabaikan dan dianggap hanya menyampah. Namun, jika dedaunan berguguran, maka dedaunan itu tetap akan bermakna untuk memberi kesuburan buat tanah karena dedaunan tersebut bisa terurai menjadi pupuk organik. Inilah nikmatnya beramal jamai, membuat diri kita yang banyak kekurangan, disempurnakan oleh orang lain yang berada dalam satu wadah dan niat lillahi taala.
3. Membaca dan menulis.
Sebagaimana perintah pertama dari Allah adalah “iqra” (bacalah!). Dengan membaca akan mengisi pikiran dan hati. Seperti kata pepatah bahwa membaca adalah membuka jendela dunia.
Lalu, setelah membaca, seyogyanya harus dituliskan. Sebagaimana pesan Ali r.a. bahwa
“Ikatlah ilmu dengan menulis”.
Artinya segala yang dibaca di muka bumi ini sebaiknya ditulis kembali agar tulisan tersebut abadi dan menjadi bahan bacaan baru buat generasi baru. Oleh karena itu, dengan segala keterbatasan yang saya miliki, saya tetap harus semangat membaca dan menulis. Lewat tulisan-tulisan sederhana yang telah saya tuangkan, semoga bisa bermanfaat buat saya sendiri, serta bermanfaat buat orang banyak juga semesta.
Fastabiqul khairat.
Afwan minkum.