Riausastra.com – Ada sebuah kerinduan yang memaksa diri untuk memutar memori tentang kita. Sebagaimana rindu, hadir tanpa disangka-sangka, berawal tak berpangkal, berakhir tak berujung.

Kita pernah bertemu dan berteduh dalam satu atap. Sebut saja “Penjara Suci”. Sejatinya orang yang berada dalam penjara, selalu mendambakan saat-saat untuk keluar dan menatap dunia bebas. Begitu juga penghuni Penjara Suci. Sering kali menatap ke luar. Tak hanya sekali dua kali membayangkan betapa nikmatnya pemandangan di luar gerbang asrama, betapa sedapnya masakan di luar asrama, betapa segarnya udara di luar asrama, dan betapa bebasnya kehidupan di luar gerbang asrama. Hampir semua orang mendambakan kebebasan itu.

Meski ternyata, seenak-enaknya masakan di luar, tetap saja makan di luar harus bayar. Senikmat-nikmatnya pemandangan di luar, tetap saja sisi-sisi kolam “Penjara Suci” lebih nyaman untuk belajar sore mengulang hafalan serta menjadi tempat merenung memikirkan seseorang. Sebebas-bebasnya kehidupan di luar gerbang asrama, justru ketidakbebasan yang dirasakan penghuni Penjara Suci adalah dambaan banyak orang. Seandainya boleh berbangga, justru orang-orang yang berada di Penjara Suci adalah orang-orang pilihan yang telah melalui semua rangkaian seleksi. Meskipun sudah menjadi bagian dari penghuni Penjara Suci, setiap orang belum tentu “lolos” dari “seleksi alam” berupa kesiapan mental untuk menjalani kisah sedih, perjuangan, air mata, persaingan, persahabatan, persaudaraan, dan cinta. Semua terangkum dalam sebuah episode baru mengharu biru yang kita rasakan setelah melaluinya.

Lalu, sepenggal kisah lucu, sedih, bahagia, dan cinta terangkum dalam novel mini Penjara Suci karya Dul Parlindungan. Mencalari isi dan pesan yang ada di dalamnya cukup mengaduk-aduk perasaan dan menyisakan satu rasa bernama rindu.

Mengulang cerita dalam buku ini, seolah-olah membuka kembali cerita lama, lagu lama, persoalan lama, dan kenangan lama. Meskipun yang tersisa hanya sebuah kenangan, tapi kebersamaan dan kesempatan untuk mengenal para Penghuni Penjara Suci serta menjalani seluruh dinamika kehidupan berasrama di sana adalah sebuah anugerah.

Salam hangat buat yang selalu ada dalam kenangan, teristimewa buat para guru-guru kami..

Listi Mora Rangkuti,
Alumni “Penjara Suci” Nurul Ilmi Boarding School angkatan 2005

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini