Riausastra.com – Aku berdiri di gedung berlantai dua ini. Pandanganku lepas pada luasnya semesta. Langit yang tak lagi mendung bagai kanvas putih yang siap ditorehkan dengan tinta, kuas, dan cat warna-warni. Sungguh penuh pesona.
Di tengah taman berdiri kokoh sebatang pohon akasia. Tumbuh di antara rerumputan hijau yang subur di musim penghujan ini. Beberapa daunnya yang telah menguning, mengering, akan lunglai , lalu jatuh ke tanah karena diterpa angin Desember.
Ada nilai didaktis yang kuperoleh dari kejadian sederhana itu.
Pohon akasia ibarat kehidupan.
Setiap dedaunan yang tumbuh adalah episode hari-hari yang berganti.
Sedangkan dedaunan yang sudah kering ibarat masalah yang selalu akan ada sebagai konsekuensi dari setiap pilihan hidup.
Seumpama daun-daun yang kering tetap menetap di dahan dan rantingnya, maka sebatang akasia yang indah akan berubah gersang dan lambat laun akan gugur dengan sendirinya.
Akan tetapi, bila daun-daun kering itu dilepaskan satu persatu dari dahan dan rantingnya, insya Allah akan tumbuh daun-daun yang lebih segar dan akan memberi energi baru pada pohon akasia tersebut.
Demikian dengan masalah yang tak pernah jenuh mengisi waktu. Jika ia dibiarkan begitu saja, akan menyebabkan kuantitas masalah yang kian bertambah.
Namun, saat masalah dilepaskan dari diri dengan cara mengadu dan memohon petunjuk-Nya, insya Allah solusi akan hadir seiring doa dan ikhtiar kita. Sudah pasti rasa plong, lega, dan semangat akan menjadi energi positif bagi kehidupan kita. Sekalipun masalah baru akan hadir di waktu yang baru. Toh, Semua itu sudah menjadi sunnatullah..