Riausastra.com – Pepatah lama mengatakan, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.”

Sekilas isi kalimat di atas memberi isyarat makna bahwa peran seorang guru adalah “Panutan/Qudwah” buat muridnya. Apapun yang dilakukan oleh guru, akan ditiru oleh muridnya. Jika guru mengajarkan (memberi contoh) berupa kebaikan, maka murid akan mengamalkan kebaikan tersebut. Sebaliknya, jika guru mengajarkan (memberi contoh) berupa keburukan, maka muridnya akan mengamalkan keburukan tersebut. Misal: Guru yang hobi selfie, akan melahirkan generasi yang hobi selfie juga.

Guru tidak hanya disematkan pada mereka yang bertugas mendidik di sekolah. Menurut saya, setiap kita adalah guru. Sebab, setiap kita bisa menjadi panutan buat orang lain. Benar bahwa:

  • Orang tua adalah guru buat anak-anaknya
  • Kakak adalah guru buat adiknya
  • Tenaga Pengajar adalah guru buat peserta didiknya
  • Sahabat adalah guru buat sahabatnya yang lain
  • Public figure adalah guru buat para fans-nya
  • Ulil amri adalah guru buat rakyatnya.

Sangat disayangkan sekali ketika diri kita atau anak-anak kita menjadikan “guru yang tidak tepat” sebagai panutannya.

Pada tanggal 20 Juni 2019, seluruh siswa Sekolah Alam Rumbai mengadakan acara Perpisahan. Para Fasilitator memberikan konsep yang alami, yaitu menyatu dengan alam. Mengapa harus menggunakan fasilitas alam? Alam adalah kekayaan hayati. Darinya kita berasal dan akan kembali ke asalnya. Dekat dengan alam, akan mengajarkan diri kita bahwa kita hanyalah seorang hamba yang harus menghambakan diri pada Dzat Yang Maha Segalanya, Allah Rabbul Izzati.

Sebelum acara dimulai, para panitia membagikan kudapan (snack) kepada seluruh hadirin. Masya Allah, begitu takjubnya hati ini ketika menerima kudapan istimewa ini. Isinya biasa saja, tapi wadahnya luar biasa.

Dalam hati bergumam,

“Guru di Sekolah Alam Rumbai adalah Guru yang sangat suka repot.”

Dengan waktu yang tersedia, para guru di sekolah ini memang suka sekali repot. Beda dengan orang kebanyakan yang punya prinsip, “hidup simpel alias tidak mau repot.”

Lihat saja wadah kudapan tersebut. Dibentuk sedemikian rupa. Bahannya terbuat dari daun pisang dan dua buah lidi. Hijau daun pisang menambah selera untuk segera menikmati kudapan.

Sekolah Alam Rumbai bukan tidak mengenal wadah berupa kotak atau streoform atau plastik. Sekolah Alam Rumbai tidak ingin bersahabat dengan media-media di atas yang jelas-jelas tidak bersahabat dengan alam. Setelah wadah-wadah di atas digunakan, ujung-ujungnya hanya akan berakhir menjadi sampah anorganik dan tidak larut dalam tanah selama beratus-ratus tahun. Ngeri sekali dampaknya, bukan?

Nah, dengan memakai daun pisang, wadah bekasnya bisa dijadikan sebagai sampah organik. Larut dalam tanah dan jika terurai akan berubah menjadi pupuk kompos. Dari alam kembali ke alam. Bumi pun akan terjaga dari kerusakan, insya Allah.

Kuenya enak. Disajikan para fasilitator dengan sepenuh hati. Dibagikan dengan segaris senyuman tulus. Semakin enak karena gratiss. Jazakallah Bapak dan Ibu guru.

Acara berjalan dengan lancar. Angin sepoi-sepoi mulai bersaing dengan terik mentari yang mulai meninggi. Satu per satu nama orang tua dipanggil menaiki panggung. Saat dihadapkan dengan anak masing-masing, orang tua diminta mengalungkan medali pertanda kelulusan kepada anaknya.

Hati pun mengharu biru. Suasana romantis ini diiringi dengan syair lagu “Trima Kasih Guru”. Benar-benar fasilitator ini adalah guru-guru yang repot. Repot sekali mereka menyiapkan semua ini. Sampai-sampai menyediakan ruang buat orang tua untuk berterima kasih kepada anaknya yang telah lulus sambil memasangkan medali dan menyerahkan sertifikat. Padahal biasanya, hal ini dilakukan oleh Pimpinan sekolah kepada siswa yang lulus. Tapi di sekolah ini beda. Ada kesan yang ingin disampaikan oleh para fasilitator bahwa “keberhasilan sang anak, tidak terlepas dari peran penting orangtuanya”. Hal ini membuat rasa takjub pada kebaikan-kebaikan para guru-guru hebat ini. Masya Allah.

“Mengapa orang tua yang mengalungkan medali kepada anaknya? Sebab, orangtua memiliki peranan penting dalam mendidik generasi ini. Orang tua harus berterima kasih pada sang anak atas kelulusan ini. Sungguh, tidak mudah bagi setiap anak untuk keluar dari rumahnya dan menuntut ilmu dengan suasana yang baru. Begitu juga di momen ini. Sang anak harus berterima kasih pada orang tuanya. Kedekatan antara orang tua dan anak harus dibangun. Sebab, mendidik anak tidak terlepas dari pola asuh yang diterapkan orang tuanya,” Papar Ketua Panitia, Pak Baidhawi, saat memberikan kata sambutan.

Ada rasa syukur yang ingin kulangitkan pada-Nya. Bersyukur atas karunia dan momen yang menyentuh hati ini. Benar-benar “Bukan Wisuda dan Perpisahan Biasa”. Terima kasih atas kelulusan ini Anakku Sayang, Almira Azhar Gultom. Terima kasih juga buat para guru yang suka repot. Insya Allah kerepotan hari ini akan menjadi amal jariyah di akhirat nanti. Aamiin yaa Rabbal alamiin.

Sebagai rasa terima kasih, tulisan ini diakhiri dengan dua buah pantun:

Anak melayu mendayung sampan
Sampan didayung hingga ke dermaga
Terima kasih sepenuh hati, kami ucapkan
Semoga Sekolah Alam Rumbai semakin sejahtera

Ke Sekolah Alam Rumbai naik motor
Tiba di sekolah bersua sahabat dan saudara
Terima kasih buat seluruh fasilitor
Semoga Allah membalas dengan syurga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini