Penyair Dua Istana
Penyair 1
Aku ini seorang penyair
Mahligai ku bertahta di istana para bangsawan
Sinar gemerlap merasuki hatiku
Megah memesona tak lagi membuatku nelangsa
Saat fajar telah mengusap gelap
Kudapati raja bermuram durja
Katanya, “Rakyat jelata menjerit. Asap!! Lalu, mereka bersorak marah. Menyumpahi singgasanaku. Aku tak terima!!”
Oow..
“Paduka yang mulia!
Sepertinya engkau lelah.
Minumlah, ramuan dari telaga tujuh mata air ini!
Mereka hanya rakyat jelata.
Yang rindu bersenandung mencari padi.
Bagikan saja isi lumbung, mereka akan lelap sebab kenyang!”
Penyair 2
Aku ini seorang penyair
Tempat berpijakku adalah semesta
Kelamnya hari tak lagi gulita bagiku
Berteman elegi sudah menjadi santapanku
Saat mentari menggulung malam
Tak kutemui sesiapa pun dalam senyum bahagia
Katanya, “Awan telah mencium tanah. Sepertinya, pintu syurga tak lagi di atas sana. Kami harus terima meski nafas telah dipeluk sesak! Asap ini ntah milik siapa?”
Ya..
Kita tak layak banyak mendamba
Asap menari-nari di pelupuk mata kita!
Asap menghunus jantung anak-anak kita!
Lalu, bicara sajalah dalam sunyi
Tanpa suara!
Seperti biasa,
Rakyat jelata akan lelap
Selepas melahap santapan pemberian paduka
Selanjutnya,
Diam sajalah!