Kampus USU terletak di Kota Medan. Tahun 2009 aku meninggalkan kampus ini dan resmi menyandang gelar Sarjana Sastra. Ada kerinduan untuk menyapa para dosen serta berkumpul kembali dengan kawan-kawan untuk mengenang masa-masa di kampus ini.
Sehari ini, tersiar kabar tentang pemecatan yang dilakukan oleh Rektor USU kepada seluruh pengurus Suara USU. Suara USU merupakan media jurnalistik yang menjadi sarana berbagi informasi serta mengembangkan kegiatan literasi di bawah pengawasan civitas akademika Kampus USU.
Suara USU telah lama mengepakkan sayapnya di bidang literasi. Kode etik jurnalistik dijadikan sebagai pedoman dalam menerbitkan berita dan karya. Namun, hari ini Rektor USU menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk memecat para pengurus media kampus ini karena dianggap telah melanggar kode etik.
“Ketika Semua Menolak Kehadiranku di Dekat Dirinya” adalah sebuah cerpen yang terbit di Suara USU. Penulis menceritakan tentang isi hati seorang tokoh bernama Kirana yang sangat terpukul akibat ketidakpedulian orang tuanya di masa kecilnya. Kirana menganggap ayah dan ibunya terlalu sibuk sehingga ia tumbuh menjadi gadis yang minim kasih sayang. Di saat Kirana duduk di bangku kuliah, Kirana bertemu dengan Laras. Kirana menganggap kedekatannya dengan Laras bukan kedekatan biasa. Akan tetapi, saat Laras akan bertunangan, kirana tidak terima. Ia hadir di acara tersebut dan mengumumkan pada semua tamu bahwa ia mencintai Laras dan ingin menikah dengan Laras. Seketika itu, ia dihajar oleh tamu undangan. Perlakuan ini membuat Kirana menganggap manusia telah melakukan diskriminasi dan kezaliman atas dirinya.
Naudzubillah min dzalik.
Negeri ini diatur dengan Undang-Undang. Demikian halnya dengan undang-undang penikahan. Artinya, pernikahan hanya sah jika dilakukan oleh dua orang yang berbeda jenis kelamin.
SEDANGKAN PERNIKAHAN SEJENIS TIDAK DISAHKAN DI NEGERI TERCINTA INI!!
Kembali ke cerita Kirana. Penulis ingin menggaungkan stop diskriminasi pada kaum lagibete. Di dalam cerpen, penulis menggambarkan bahwa keinginan Kirana menyukai Laras bukan karena keinginan pribadi. Namun, kesalahan ditujukan pada orangtua yang tidak menyayangi Kirana. Penulis juga menggambarkan betapa kejamnya manusia-manusia yang tak bisa menerima perbedaan ini.
Sungguh, tulisan ini sangat tidak layak terbit di media kampus. Jika dibiarkan, sedikit demi sedikit, gerakan pecinta lagibete akan semakin berani menampakkan wujudnya. Padahal, dari segi psikologis, para penganut lagibete telah mengalami penyimpangan seksual. Penyimpangan ini biasanya terjadi karena mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang alami, sehingga menginginkan hal-hal yang lebih. Rasa suka antara lelaki dan perempuan adalah lumrah (alami), namun akan terjadi penyimpangan jika hal yang alami ini terlalu sering dilakukan (misal: pacaran, menonton porno, dan berzina). Maka, timbullah kenginan yang lebih menantang, yaitu menyukai sesama jenis. Jadi, jelas bahwa lagibete bukan sebuah penyakit yang harus diterima secara lumrah, tetapi kebiasaan yang harus dihilangkan!!
Beberapa orang (sedikit) mahasiswa melakukan demonstrasi di Biro Rektor. Mereka mengecam tindakan Rektor USU dan menganggap Rektor telah mematikan kebebasan pers bagi mahasiswa.
Sedih sekali rasanya saat cerita-cerita berbau lagibete ini diangkat ke media kampus dan dianggap sebagai kebebasan pers. Semestinya para pengurus Suara USU lebih selektif dalam menerbitkan tulisan. Masih banyak tema fenomenal yang layak dijadikan tulisan. Sehingga bisa menjadi motivasi, aspirasi, serta sarana ilmu buat para pembaca, khususnya mahasiswa. Berliterasilah dengan cara yang bijak. Bukankah segala tulisan kita akan dimintai pertanggungjawabannya di dunia dan akhirat??
#KAMIMENDUKUNGREKTORUSU.
Tagar ini perlu kita viralkan sebagai antisipasi penyeberan virus lagibete. Rektor USU telah tepat menggunakan wewenangnya sebagai pimpinan tertinggi USU. Semoga kampus tercinta ini tetap harum namanya karena prestasi, karena kebaikan, karena manfaat yang ditebarkan buat masyarakat luas.